Pengendalian Kimiawi  

Posted by widyariska in

BAB I

PENDAHULUAN

Sejarah manusia kaya dengan peperangan melawan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Lebih dari sepuluh ribu spesies insekta, gulma, nematoda dan penyakit yang dapat menyerang tanaman yang dibudidayakan. Berbagai cara telah dikembangkan untuk mengubah keseimbangan ke arah yang menguntungkan manusia. Salah satunya adalah pengendalian hama menggunakan bahan kimia yaitu pestisida.

Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.

Telah disadari bahwa pada umumnya pestisida merupakan bahan berbahaya yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Namun demikian, pestisida juga memberikan manfaat, sehingga pestisida banyak digunakan dalam pembanguna di berbagai sektor, termasuk pertanian. Memperhatikan manfaat dan dampak negatifnya, maka pestisida harus dikelola dengan cara sebaik-baiknya sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengendalian Hama secara Kimiawi

Pengendalian hama secara kimiawi merupakan upaya pengendalian pertumbuhan hama tanaman menggunakan zat kimia pembasmi hama tanaman yaitu pestisida. Definisi dari pestisida, ‘pest” memiliki arti hama, sedangkan “cide” berarti membunuh, sering disebut “pest killing agent”.

Penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) sebenarnya telah dilakukan sejak berabad-abad yang lalu seperti penggunaan bubur Bordeaux, campuran kapur dan belerang, larutan arsenik, ataupun insektisida alami. Hampir setiap usaha pertanian sejumlah bahan kimia digunakan untuk memberantas gulma, hama dan penyakit. Sehingga saat ini banyak sekali jenis pestisida yang digunakan untuk memberantas gangguan hama dan penyakit terhadap tanaman.

Dalam pengendalian hama tanaman secara terpadu, pestisida adalah sebagai alternatif terakhir. Dan belajar dari pengalaman, Pemerintah saat ini tidak lagi memberi subsidi terhadap pestisida . Namun kenyataannya di lapangan petani masih banyak menggunakannya. Menyikapi hal ini, yang terpenting adalah baik pemerintah maupun swasta terus menerus memberi penyuluhan tentang bagaimana penggunaan pestisida secara aman dan benar.

2.2. Pestisida dalam Pengendalian Kimiawi

2.2.1. Peranan Pestisida

    Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep PHT, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian. Prinsip penggunaanya adalah :

    • Harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati.
    • Efisien untuk mengendalikan hama tertentu.
    • Meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan.
    • Tidak boleh persistent, harus mudah terurai.
    • Dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum.
    • Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut.
    • Sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota.
    • Relatif aman bagi pemakai.
    • Harga terjangkau bagi petani.

    Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat ini belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan penggunaanya semakin meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama. Hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil karena hama dapat ditekan.

    Pengalaman di Amerika Latin menunjukkan bahwa dengan menggunakan pestisida dapat meningkatkan hasil 40 persen pada tanaman coklat. Di Pakistan dengan menggunakan pestisida dapat menaikkan hasil 33 persen pada tanaman tebu, dan berdasarkan catatan dari FAO penggunaan pestisida dapat menyelamatkan hasil 50 persen pada tanaman kapas.

    Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat penggunaan pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar dan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian. Usaha intensifikasi pertanian yang dilakukan dengan menerapkan berbagai teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan perubahan ekosistem yang sering diikuti oleh meningkatnya problema serangan jasad pengganggu. Demikian pula usaha ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang berarti melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk melawan jasad pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang tersedia cara lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang besar, hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak dapat diharapkan efektifitasnya. Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil yang disebabkan oleh jasad pengganggu.

    2.2.2. Kelebihan dan Kekurangan Pestisida

    Seperti diketahui pada peranan pestisida yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa pestisida berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT. Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida banyak dilakukan secara luas oleh masyarakat, karena pestisida mempunyai kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, yaitu:

    • Dapat diaplikasikan secara mudah.
    • Dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu.
    • Hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat.
    • Dapat meningkatkan hasil produksi.
    • Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu yang singkat.
    • Mudah diperoleh, dapat dijumpai di kios-kios pedesaan sampai pasar swalayan di kota besar.

    Di samping memiliki kelebihan tersebut di atas, pestisida harus diwaspadai karena dapat memberikan dampak negatif, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:

    • Keracunan dan kematian pada manusia, ternak dan hewan piaraan, satwa liar, ikan dan biota air lainnya, biota tanah, tanaman
    • Terjadinya resistensi, resurjensi, dan perubahan status OPT
    • Pencemaran lingkungan hidup
    • Residu pestisida yang berdampak negatif terhadap konsumen
    • Terhambatnya hasil pertanian (terutama perdagangan dalam ekspor)

    Dari kekurangan yang telah disebutkan di atas, tentunya sudah dapat dilihat bahwa pestisida merupakan zat kimia yang berbahaya dan dapat menimbulkan dampak buruk yang dapat merugikan manusia maupun lingkungan. Penyuluhan untuk menggunakan pestisida dengan aman dan benar sangatlah diperlukan. Sebelum menggunakan pestisida dalam pengendalian OPT akan lebih baik bila pengguna mengenal seluk beluk mengenai pestisida dan cara penggunaannya sesuai fungsinya agar dapat mengaplikasikan pengendalian dengan aman dan benar. Aman terhadap diri dan lingkungannya, benar dalam arti 5 tepat, yaitu:

    1. tepat jenis pestisida.
    2. tepat cara aplikasi.
    3. tepat sasaran.
    4. tepat waktu, dan
    5. tepat takaran.

    2.2.3. Klasifikasi Pestisida

    Menurut Soemirat (2003), pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme target, struktur kimia, mekanisme dan atau toksisitasnya. Berikut klasifikasi pestisida berdasarkan organisme targetnya :

    • Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.
    • Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahas latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk membunuh melawan alga.
    • Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung.
    • Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi untuk melawan bakteri.
    • Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
    • Herbisida, berasal dari kat latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu).
    • Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga
    • Larvasida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva.
    • Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi untuk membunuh siput.
    • Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup di akar).
    • Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur.
    • Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
    • Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk membunuh ikan.
    • Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus.
    • Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk membunuh pemangsa (predator).
    • Silvisida, berasal dari kat latin yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh pohon.
    • Termisida, berasal dari kata Yunani termes ang berarti serangga pelubang daun. Berfungsi untuk membunuh rayap.

    Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida, namun namanya tidak menggunakan akhiran sida:

    • Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik. Sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan perangkap.
    • Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan bertulang belakang.
    • Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai.
    • Desiccant. zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya.
    • Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan mikroorganisme.
    • Zat pengatur tumbuh. Zat yang dapat memperlambat, mempercepat dan menghentikan pertumbuhan tanaman.
    • Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya. Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk.
    • Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma.
    • Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP).
    • Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan.
    • Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun.
    • Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas.
    • Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah.

    2.2.4. Formulasi Pestisida

    Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai:

    • Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates)

      Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi.

    • Butiran (granulars)

      Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).

    • Debu (dust)

      Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran (tanaman).

    • Tepung (powder)

      Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder).

    • Oli (oil)

      Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada tanaman kapas.

    • Fumigansia (fumigant)

      Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan.

    2.2.5. Kimia Pestisida

    Pestisida tersusun dan unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari 105 unsur. Namun yang sering digunakan sebagai unsur pestisida adalah 21 unsur. Unsur atau atom yang lebih sering dipakai adalah carbon, hydrogen, oxigen, nitrogen, phosphor, chlorine dan sulfur. Sedangkan yang berasal dari logam atau semi logam adalah ferum, cuprum, mercury, zinc dan arsenic.

    • Sifat pestisida

      Setiap pestisida mempunyai sifat yang berbeda. Sifat pestisida yang sering ditemukan adalah daya, toksisitas, rumus empiris, rumus bangun, formulasi, berat molekul dan titik didih.

    • Tata Nama Pestisida

      Pengetahuan pestisida juga meliputi struktur dan cara pemberian nama atau dikenal dengan tata nama.

    • Cara Kerja Pestisida
    • Pestisida kontak, berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasaran.
    • Pestisida fumigan, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas.
    • Pestisida sistemik, berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan. Hama akan mati kalau mengisap cairan tanaman.
    • Pestisida lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.


2.3. Cara Menggunakan Pestisida

Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendalian hama. Walaupun jenis obatnya manjur, namun karena penggunaannya tidak benar, maka menyebabkan sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan angin, suhu udara, kelembapan dan curah hujan. Angin yang tenang dan stabil akan mengurangi pelayangan partikel pestisida di udara. Apabila suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida akan naik bergerak ke atas. Demikian pula kelembapan yang tinggi akan mempermudah terjadinya hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun. Sedang curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya daya kerja pestisida berkurang.

Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida adalah ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan pestisida, di samping merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah menyebabkan hama sasaran tidak mati. Di samping berakibat mempercepat timbulnya resistensi.

  1. Dosis pestisida

    Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah pestisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantum dalam label pestisida.

  1. Konsentrasi pestisida

    Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida,

    • Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air.
    • Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter air.
    • Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase kandungan pestisida dalam suatu larutan jadi.
  1. Alat semprot

    Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack sprayer (high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 500 liter. Mist blower (low volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 100 liter. Dan Atomizer (ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter.

  1. Ukuran droplet

    Ada bermacam-macam ukuran droplet:

    • Veri coarse spray : lebih 300 µm
    • Coarse spray : 400-500 µm
    • Medium spray : 250-400 µm
    • Fine spray : 100-250 µm
    • Mist : 50-100 µm
    • Aerosol : 0,1-50 µm
    • Fog : 5-15 µm
  1. Ukuran partikel

    Ada bermacam-macam ukuran partikel:

    • Macrogranules : lebih 300 µm
    • Microgranules : 100-300 µm
    • Coarse dusts : 44-100 µm
    • Fine dusts : kurang 44 µm
    • Smoke : 0,001-0,1 µm
  1. Ukuran molekul hanya ada satu macam, yatu kurang 0,001 µm

2.4. Petunjuk Penggunaan Pestisida

  1. Memilih pestisida

    Di pasaran banyak dijual formulasi pestisida yang satu sama lain dapat berbeda nama dagangnya, walaupun mempunyai bahan aktif yang sama. Untuk memilih pestisida, pertama yang harus diingat adalah jenis jasad pengganggu yang akan dikendahikan. Hal tersebut penting karena masing-masing formulasi pestisida hanya manjur untuk jenis jasad pengganggu tertentu. Maka formulasi pestisida yang dipilih harus sesuai dengan jasad pengganggu yang akan dikendalikan. Untuk mempermudah dalam memilih pestisida dapat dibaca pada masing-masing label yang tercantum dalam setiap pestisida. Dalam label tersebut tercantum jenis-jenis jasad pengganggu yang dapat dikendalikan. Juga tercantum cara penggunaan dan bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan.

    Untuk menjaga kemanjuran pestisida, maka sebaiknya belilah pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleb Departemen Pertanian yang dilengkapi dengan wadah atau pembungkus asli dan label resmi. Pestisida yang tidak diwadah dan tidak berlabel tidak dijamin kemanjurannya.

  1. Menyimpan pestisida

    Pestisida senantiasa harus disimpan dalam keadaan baik, dengan wadah atau pembungkus asli, tertutup rapat, tidak bocor atau rusak. Sertakan pula label asli beserta keterangan yang jelas dan lengkap. Dapat disimpan dalam tempat yang khusus yang dapat dikunci, sehingga anak-anak tidak mungkin menjangkaunya, demikian pula hewan piaraan atau temak. Jauhkan dari tempat minuman, makanan dan sumber api. Buatlah ruang yang terkunci tersebut dengan ventilasi yang baik. Tidak terkena langsung sinar matahari dan ruangan tidak bocor karena air hujan. Hal tersebut kesemuanya dapat menyebabkan penurunan kemanjuran pestisida.

      Untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu pestisida tumpah, maka harus disediakan air dan sabun ditergent, beserta pasir, kapur, serbuk gergaji atau tanah sebagai penyerap pestisida. Sediakan pula wadah yang kosong, sewaktu-waktu untuk mengganti wadah pestisida yang bocor.

  1. Menggunakan pestisida

    Untuk menggunakan pestisida harus diingat beberapa hal yang harus diperhatikan:

    • Pestisida digunakan apabila diperlukan.
    • Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan pestisida.
    • Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label.
    • Anak-anak tidak diperkenankan menggunakan pestisida, demikian pula wanita hamil dan orang yang tidak baik kesehatannya.
    • Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida dapat terserap melalui luka.
    • Gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan kaki, sarung tangan, sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan rambut dan atribut lain yang diperlukan.
    • Hati-hati bekerja dengan pestisida, lebih-lebih pestisida yang konsentrasinya pekat. Tidak boleh sambil makan dan minum.
    • Jangan mencium pestisida, karena pestisida sangat berbahaya apabila tercium.
    • Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di tempat terbuka. Gunakan selalu alat-alat yang bersih dan alat khusus.
    • Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang dianjurkan. Jangan berlebih atau kurang.
    • Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali dianjurkan.
    • Jangan menyemprot atau menabur pestisida pada waktu akan turun hujan, cuaca panas, angin kencang dan arah semprotan atau sebaran berlawanan arah angin.
    • Bila tidak enak badan berhentilah bekerja dan istirahat secukupnya.
    • Wadah bekas pestisida harus dirusak atau dibenamkan, dibakar supaya tidak digunakan oleh orang lain untuk tempat makanan maupun minuman.
    • Pasanglah tanda peringatan di tempat yang baru diperlakukan dengan pestisida.
    • Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus dibersihkan, demikian pula pakaian-pakaian, dan mandilah dengan sabun sebersih mungkin.


BAB III

STUDI KASUS

3.1. Pestisida dalam Sayuran

3.1.1. Residu Pestisida dalam Sayuran di Indonesia

Data tentang residu pestisida dalam sayuran di indonesia masih terbatasnya fasiltas untuk pemantauan residu pestisida.

Pemantauan yang dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Universitas Pajajaran menunjukkan bahwa pada umumnya kandungan residu pestisida dalam conoh-contoh sayuran di daerah Jawa Barat adalah rendah. Juga dilaporkan adanya residu pestisida pada jenis-jenis sauran yang tdak disemprot pestisida seperti kangkung, genjer, daun talas dan aun singkong (Soemarwoto, 1980). Mlyani dan Sumatera (1982) melaporkan bahwa dari contoh-contoh sayuran yang diambil dari 7 daerah pusat sayuran di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan jawa Timur ditemukan residu beberapa jenis insektisida (DDT, aldrin, diazinon, dieldrin, fenitrothion, fenoat, an khlorpyrifos) meskipun masih jauh di bawah nilai MRL (Maximum Residu Limit) menurut FAO/WHO 1978. Ada satu tempat yaitu di Batu pada wortel ternyata residu DDT hampir mencapai batas MRL. Jenis sayuran yang diambil contohnya adalah kenang, kubis, sawi, tomat, dan wortel.

Oshawa et al. (1985) melaporkan bahwa dari cntoh kubis, tomat, dan mentimun yang diambl dari pasar Sri Wedari Yogyakarta ditemukan residu BHC, aldrin, dieldrin, heptachlr, DDT, DDE, dan diazinon dalam kadar yang di bawah nilai MRL. Meskipun demikian masih adanya residu pestisida persisten organokhlor pada contoh sayuran perlu memperoleh perhatian. Effendy (1985) juga menemukan kadar residu metaidofos dari contoh kubis yang diambil dari pasar Pakem, Yogyakarta sebesar 0,014 – 0,120 ppm. Yang masih di bawah nilai NMR.

3.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi residu pestisida dalam sayuran

Residu yang terdapat dalam tanaman dapat berasal dari pestisida yang langsung diaplikasikan pada tanaman, atau yang diaplikasikan melalui tanah dan air. Selain daripada itu residu dapat berasal dari kontaminasi melalui hembusan angin, debu yang terbawa hujan dari daerah penyemprotan yang lain, dan juga penanaman pada tanah yang mengandung pestisida persisten.

Tinggi rendahnya residu pestisida pada tanaan ditentukan oleh jenis pestisida, dosis dan frekuensi aplikasi, serta waktu aplikasi. Pengaruh jenis pestisida terhadap tingkat residu tergantung pada sifat-sifat fisika dan kimiawinya.

Insektisida organokhlor pada umumnya tidak mudah menguap, praktis tidak larut dalam air kecuali lindane, serta mudah larut dalam pelarut organik. Dalam ekosistem kelompok insektisida ini bersifat persisten karena sifatnya yang lipofilik. Insektisida ini tidak bersifat sistemik, meskipun demikian dapat diserap ke dalam jaringan tanaman dalam jumlah rendah. Sedangkan distribusi insektisida organokhlor dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman dan struktur jaringan organokhlor dari dalam tanah, tetapi pada varietas tertentu residu organokhlor terdapat pada lapisan luar umbi, sedang pada varietas yang lain residu terdapat juga di dalam jaringan-jaringan tanaman lainnya (Brooks, 1974).

Tabel l. Jenis pestisida yang digunakan oleh petani sayuran di Parangtritis

Golongan Insektisida Nama Dagang Bahan Aktif LD 50
Organokhlor Tiodan

DDT

Endosulfan

pp’ DDT Tehnis

39 – 79 mg/kg

250 m/kg

Organofosfat Lebaycid

Dursban

Asodrin

Dazinon

Tamaron

Takution

Fention

Korpirifos

Mnokrotofos

Diazinon

Metamidofos

Protiofos

178 – 310 mg/kg

87 – 276 mg/kg

150 – 220 mg/kg

Karbamat Bassa, Baycarb

Curater

BPMC

Furadan



Di dalam jaringan tanaman insektisida organokhlr mengalami biotransformasi menjadi metabolit yang lebih mudah larut dalam air. Hasil metabolit tersebut dapat bersifat lebih beracun seperti Aldrin yang mengalami epoksidasi menjadi Dieldrin yang lebih persisten dan beracun.

Insektisida organofosfat lebih mudah larut dalam air apabila dibandingkan dengan insektisida organokhlor, lebih mudah terhidrolisa menjadi senyawa yang tidak beracun dan mudah larut dalam air. Di dalam jaringan tanaman insektisida organofosfat termetabolisasi dengan pola yang sama dengan metabolismenya dalam tubuh hewan, hanya hasil metabilisme dalam tanaman cenderung disimpan sedangkan pada hewan hasil tersebut segera dikeluarkan. Aktivasi organofosfat dalam tanaman tidak menimbulkan masalah persistensi, tetapi sebagai akibatnya untuk memperoleh kadar yang efektif frekuensi penyemprotan harus ditingkatkan (Eto, 1974).Ada beberapa jenis organofosfat yang bersifat sistemik dan menjadi senyawa yang lebih aktif dan beracun bagi serangga.

Senyawa karbamat pada umumnya bersifat sistemik, di alam tanaman karbamat tidak begitu stabil dan cepat termetabilisasi dengan cara teroksidasi dan terkonjugasi menjadi senyawa yang tidak beracun (Chou dan Afghan, 1977).

Kecuali jenis insektisida waktu aplikasi sangat menentukan residu pada tanaman terutama waktu aplikasi pestisida terakhir sebelum panen, karena sangat menentukan.

3.1.3. Toksisitas Pestisida pada Manusia

Toksisitas akut suatu senyawa digambarkan oleh harga LD 50-nya. Dalam Tabel l terlihat bahwa senyawa organofosfat dan karbamat pada umumnya mempunai harga LD 50 lebih tinggi dari seyawa organohlor. Kasus keracunan akut jarang dijumpai di masyarakat, sedangkan kasus keracunan kronis pada umumnya dijumpai pada pelaksana pengendalian hama dan mereka yang bekerja pada industri pestisda. Pada pestisida yang bersifat persisten, seperti insektisida organokhlor, kemungkinan terjadi kasus keracunan kronis lebih besar dari pada pestisda yang tidak persisten. Hal ini terjadi karena adanya bioakumulasi, yaitu proses dinamika yang terjadi bila pemasukan (intake) lebih besar dari pengeluarannya (excretion). Karena sifatnya yang lipofilik senyawa organokhlor yang mask ke dalam tubuh akan segera terdistribusi ke dalam jaringan-jaringan dengan kandungan lemak yang tinggi dan tersimpan di dalam lemaknya. Senyawa organokhlor tersebut dapat diekskresikan bersama dengan lemak melalui air susu, sehingga terjadi transfer residu insektisida yang telah terakumulasi dalam tubuh Ibu kepada anak yang disusuinya. Hal ini perlu mendapat perhatian karena anak jauh lebih peka daripada orang dewasa.

Rendahnya kadar residu pestisida dalam makanan,jelas tidak akan menimbulkan gejala keracunan kronis mapun aukt,tetapi dapat menimbulan efek subtil (subtle effect) yaitu efek lanjut jangka pajang yang terjadi pada dosis rendah yang berkali-kali. Penelitian mengenai efek subtil pada manusia tidak mungkin diakukan, sehingga pengamatan pada hewan percobaan merupakan indikasi utama pada manusia. Efek subtil dapat berupa perubahan histolgis dan patologis, efek karsinogenik, tumorigenik, mutagenik dan teratogenik.

Perubahan sitolgis dapat terjadi pada pemberian 5 – 15 ppm DDT pada ransum makanan tikus jantan. Perubahan ini bersifat reversibel, hal ini menunjukkan adanya ”induksi” terhadap enzim dalam hati (Ortega, 1962). Insektisida organofosfat dan karbamat dapat menimbulkan efek neuropatologi karena demielinasi pada jaringan pelindung syaraf.

Untuk mengetahui efek karsinogenik dan tumorigenik suatu pestisida, diperlukan penelitan mult generasi. Pembeian pp’ DDT 0,4 – 0,7 mg/kg/hari dalam ramsum makanan tikus, menngkatkan terjadinya leukimia dan tumor pada generasi kedua dan ketiga, sedang padagenerasi kelima, terjadinya kanker paru-paru meningkat sampai 25 kali (Kemeny dan Tarjan, 1966,1969). Kepustakaan mengenai efek karsinogenik insekstisida organofosfat dan karbamat sangat jarang, sehingga belum dapat dipastikan bahwa senyawa-senyawa tersebut tidak menimbulkan kanker atau tumor.

Beberapa insektisida seperti karbaril,DDt, dieldrin, lindane, fenion dan malation, menimbulkan efek magenik dan teratogenik pada dosis yang lebih tinggi dari pada dosis yang terdapat dalam lingkungan pada umumnya (Epstein dan Legators, 1971), meskipun demikian hal ini perlu diperhatikan juga.

3.1.4. Cara Mengurangi Residu Pestisida

Untuk masyarakat pada umumnya, pemasukan pestisida terutama melalui makanan.Adanya efek lanjut jangka panjang karena dosis rendah yang berulang-ulang, menharuskan usaha penurunan tingkat residu pestisida dalam makanan sampai tingat yang serendah-rendahnya. Usaha ini dapat dilakukan dilapangan dan pada penanganan pasca panen.

Usaha mengurangi residu di lapangan dapat dilakuan dengan beberapa cara yaitu:

  1. Pemilihan jenis insektisda yang efektif terhadap hama, aman bagi manusia dan lngkungan, serta memilki persistensi yang rendah, sehingga meninggalkan residu yang serendah mungkin.
  2. Penggunaan dan pengembangan jenis-jenis insektisida yang baru, yang lebih spesifik dan aman seperti insektisida biolgis, insect Growh Regulator, atrakan dan lain-lain.
  3. Penggunaan dosis dan cara aplikasi yang tepat sesuai dengan rekomendasi.
  4. Frekuensi penyemprotan pestisida dikurangi, hanya apabila perlu, yaitu sewaktu aras populasi hama melebihi tingkatan yang merugikan secara ekonomis.

Penanganan pasca panen yang dapat dilakukan untuk mengurangi residu pestisida, antara lain:

  1. Pencucian: cara ini dapat mengurangi sebagian kandungan residu pestisida. Pncucian bayam yang disemprot dengan karbaril, DDT dan paration, menunjukkan penurunan residu 66 – 87 % untuk karbaril, 17 – 48 % untuk DDT dan 0 – 9 % untuk paration. Penambahan detergent pada pencucian akan memperbesar penurunan tingkat residu.
  2. Pengupasan: apabila pestisida yang digunakan bersifat non-sistemik dan struktur jaringan yang dikenai pestisida, menghambat translokasi residu ke jaringan lainnya, pengupasan sangat membantu dalam saha menurunkan tingkat residu pestisida.
  3. Perendaman dalam air panas (blanching): penurunan kandungan residu dengan cara ini cukup besar. Pada bayam dapat terjadi penurunan sebesar 38 – 60 % untuk DDT, 49 – 71 % untuk paration, dan 96 – 97 % untuk karbail (Lamb et al., 1968).
  4. Pemasakan: kandungan residu DDT dalam makanan yang telah dimasak jauh lebih renah dari bahan mentahnya, terutama pada buah-buahan, biji-bijian, sayuran (Duggan dan Lipscomb, 1971).

Pegolahan dalam industri, seperti pengalengan, juga menurunkan kandungan residu pestisida. Efek dari perlakuan-perlakuan tersebut di atas tergantung pada sifat-sifat residu pestisida dan sifat-sifat bahan makanan tersebut.



BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

    Pengendalian hama secara kimiawi adalah pengendalian hama menggunakan bahan kimia yaitu pestisida. Pestisida merupakan salah satu cara pengendalian terhadap organisme pengganggu tanaman. Pestisida berperan besar dalam bidang pertanian karena dapat menekan pertumbuhan OPT dan dapat meningkatkan hasil produktivitas tanaman. Banyak kelebihan-kelebihan pestisida dibandingkan dengan cara pengendalian lain. Sehingga pestisida menjadi cara pengendalian andalan dan akhirnya akan menjadikan ketergantungan terhadap pemakaian pestisida tersebut.

    Seperti yang kita ketahui, pestisida merupakan zat kimia berbahaya. Residunya dapat merusak lingkungan, ekosistem bahkan bisa membahayakan manusia itu sendiri. Penggunaan pestisida haruslah diaplikasikan dengan cara aman dan benar. Aman terhadap diri dan lingkungannya, benar dalam arti 5 tepat, yaitu: tepat jenis pestisida, tepat cara aplikasi, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat takaran.

    Untuk itu dalam melakukan pengendalian kimiawi sudah semestinya pengguna pestisida terlebih dahulu mengetahui apa saja peran pestisida, kelebihan dan kekurangan pestisida, klasifikasi pestisida, cara menggunakan pestisida dengan benar, serta petunjuk penggunaan pestida itu sendiri agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya.


DAFTAR PUSTAKA

This entry was posted on Sabtu, 02 Januari 2010 at 17.55 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar