Pengendalian Fisik Mekanik  

Posted by widyariska in

BAB I

PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Budidaya pada tanaman memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara pengendalian terhadap hama dan penyakit. Salah satu cara pengendalian pada hama penyakit tersebut adalah dengaan pengendalian secara fisik mekanik. Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan mengubah lingkungan khusus untuk mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian praktek budidaya yang umum. Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh tentang ekologi serangan hama sehingga dapat diketahui kapan, dimana, dan bagaimana tindakan terdebut harus dilakukan agar diperoleh hasil seefektif dan seefisien mungkin.

    1. Rumusan Masalah
    • Bagaimanakah pengendalian hama dan penyakit tanaman tanpa merusak lingkungan?
    • Bagaimanakah pengandalian hama dan penyakit tanaman secara fisik-mekanis?
    • Bagaimanakah studi kasus tentang pengendalian hama penyakit secara fisik-mekanis?

    1. Tujuan
    • Agar mahasiswa mengetahui apa saja usaha-usaha dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman tanpa merusak lingkungan sekitar.
    • Agar mahasiswa mengetahui apa saja usaha-usaha dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman secara fisik-mekanis.
    • Agar mahasiswa dapat mempelajari studi kasus tentang suatu pengendalian hama secara fisik-mekanis.



BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

    Pengendalian fisik dan mekanik memiki tujuan langsung dan tidak langsung. Diantaranya mematikan hama, menggangu aktivitas fisiologi hama yang normal dengan cara lain dan diluar pestisida, dan mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang sesuai bagi kehidupan hama.

    Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan mengubah lingkungan khusus untuk mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian praktek budidaya yang umum. Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh tentang ekologi serangan hama sehingga dapat diketahui kapan, dimana, dan bagaimana tindakan terdebut harus dilakukan agar diperoleh hasil seefektif dan seefisien mungkin

    Pengendalian secara fisik dan mekanik antara lain adalah dengan cara penggunaan penghalang fisik, pembakaran, Organisme Penganggu Tanaman pemanasan, gelombang suara, radiasi cahaya, lampu perangkap, pengapasan, dan lain – lain. Pengendalian hama dan gulma secara manual atau dengan menggunakan alat dan mesin pertanian juga dapat digolongkan sebagai cara pengendalian mekanik.

    2.2 Mengurangi Populasi Hama Serangga Tanpa Merusak Lingkungan

    Hama, dapat dikatakan sebagai mahluk hidup (umumnya hewan seperti serangga, tikus, nematoda) yang menyebabkan kerusakan dan kerugian pada tanaman yang dibudidayakan. Sebagai praktisi pertanian, hama tentu saja bukan barang baru bahkan mungkin sudah menjadi santapan sehari-hari dan dijadikan salah satu prioritasnya. Sehingga wajar di setiap lembaga pertanian baik itu tanaman pangan, hortikultura, rempah dan obat, maupun perkebunan dan kehutanan ada divisi khusus yang menangani masalah hama dan penyakit. Seolah-olah kehadiran hama ini tidak bisa dipisahkan dengan pertanian. Kenyataannya memang demikian, karena kehadiran hama ini tidak bisa dipandang remeh atau sebelah mata. Sudah cukup banyak kasus yang menunjukkan betapa hebatnya hama ini menghabiskan dan menghancurkan areal pertanian. Masih teringat dalam benak kita pada era tahun 80-an dimana hama wereng coklat melalap habis tanaman padi hampir di seluruh Indonesia. Kemudian akhir 90-an, jutaan hama belalang menghabiskan ribuan hektar areal padi sawah di Propinsi Lampung tanpa ampun, tidak hanya padi yang diserang bahkan semua tanaman yang berdaun sejajar seperti jagung, kelapa, dan lain-lain turut menjadi korban keganasan hama ini. Dan masih banyak lagi kasus yang menunjukkan kerusakan yang disebabkan oleh hama.

    Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Kenyataan tersebut membuat praktisi pertanian terus berupaya melakukan serangkaian penelitian dalam rangka menanggulangi serangan hama yang makin lama semakin mengganas. Namun seperti halnya antara pencuri dengan teknologi alat pengaman, dimana semakin canggih teknologi alat pengaman, semakin pintar pula seorang pencuri dalam mengatasi alat tersebut. Perumpamaan tersebut boleh jadi sama dengan team riset hama dan penyakit dengan hama itu sendiri dimana semakin maju teknologi pemberantasan hama, semakin banyak pula hama yang menyerang, seolah tidak ada habisnya.




















Beberapa gejala serangan hama serangga pada beberapa tanaman



    Sudah banyak upaya yang dilakukan dalam menangani hama ini, terutama hama yang berasal dari kelompok serangga baik dari petani sendiri maupun pihak yang terkait dalam hal ini para peneliti di lembaga pertanian. Karena sebagian besar hama yang menyerang tanaman pertanian adalah golongan insect (serangga). Upaya pengendalian yang selama ini dilakukan diantaranya : cara mekanis yaitu mengambil satu per satu dan sekaligus membunuhnya, secara biologis yaitu dengan menggunakan musuh alami maupun cara kimia. Hingga kini petani lebih memilih penggunaan cara kimia karena diyakini bahwa cara tersebut bisa langsung membunuh hama. Penggunaan secara kimiawi sebagai jalan pintas ini bisa kita maklumi tergantung bagaimana cara kita memandang.

    Dari kacamata petani, tentu saja penggunaan pestisida sebagai alternatif pengendalian hama ini harus kita pahami, karena bagaimanapun juga dia sudah menginvestasikan sejumlah uang agar modalnya bisa kembali dan kalau bisa mendatangkan keuntungan berlipat bagaimanapun caranya. Dan cara ini diyakini sebagai satu-satunya cara agar hasil panennya bisa selamat dan menghasilkan untuk menopang kehidupannya. Hal ini tentu saja sangat kontras dengan isu yang berkembang saat ini yang menuntut agar penggunaan pestisida kimia dalam pertanian dikurangi sesuai dengan asas pertanian yang berkelanjutan.

    Para ahli lingkungan hidup mengungkapkan bahwa penggunaan pestisida saat ini sudah sedemikian tinggi dan mengkhawatirkan. Apalagi didukung dengan ditemukannya tingkat residu pada sayuran/buah – buahan yang sudah disemprot pestisida. Tingginya tingkat residu pada makanan akan mempengaruhi kualitas hidup yang mengkonsumsinya, bahkan bisa membahayakan konsumen. Sehingga dengan pemikiran dan didukung bukti yang kuat tersebut, perlu diupayakan agar pertanian yang dikembangkan sekarang ini sedapat mungkin menghindari penggunaan bahan kimia.

    Meskipun petani sendiri menyadari bahwa penggunaan bahan kimia terutama pestisida merusak lingkungan, namun tidak ada jalan lain lagi, lagipula budaya yang sudah melekat di masyarakat termasuk dalam hal tehnik budidaya sangat sulit dirubah begitu saja. Jalan keluar yang dapat dilakukan adalah dengan terus memberikan penyuluhan secara kontinyu dan sedapat mungkin penggunaan pestisida hanya diberikan pada saat-saat terjadi serangan hama saja. Dan diusahakan agar pengendalian lebih diarahkan pada cara mekanis dan biologis. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan perangkap.

    Serangga adalah hama yang paling dominan menyerang tanaman. Tidak hanya sebagai hama saja melainkan juga sebagai media penular, baik untuk penyakit virus, nematoda, maupun jamur. Serangga paling banyak menyerang tanaman padi, palawija, hortikultura, buah-buahan mulai dari benih, bibit, bunga, daun, akar, batang dan buah. Oleh karenanya wajar bila banyak jenis Insektisida yang beredar di pasaran. Penggunaan perangkap merupakan alternatif pengendalian yang bisa dilakukan secara mekanis dan fisik. Dengan menggunakan perangkap, diharapkan bisa mengurangi populasi hama serangga yang merusak.

    Ide awal penggunaan serangga didasari pada pengamatan tingkah laku dan sifat-sifat yang dimiliki serangga. Umumnya serangga tertarik dengan cahaya, warna, aroma makanan, atau bau tertentu. Metode penggunaan perangkap dikembangkan dengan memanfaatkan kelemahannya. Caranya adalah dengan merangsang agar serangga berkumpul pada perangkap yang disesuaikan dengan kesukaannnya sehingga nantinya serangga yang terperangkap tersebut tidak dapat terbang dan akhirnya mati. Pengendalian metode ini cukup efektif bila digunakan secara meluas dan tepat waktu sebelum terjadi ledakan hama. Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap adalah sebagai berikut :

(1) ukuran atau jenis serangga yang akan ditangkap,

(2) kebiasaan serangga keluar : siang atau malam hari

(3) stadium perkembangan serangga

(4) makanan kesukaannya

(5) warna kesukaannya

(6) kekuatan atau kemampuan hama untuk berinteraksi terhadap jerat

(7) cara berjalan/cara terbang hama termasuk

(8) dan ketersediaan bahan di lokasi




Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Kepik Hijau
(Nezara Viridula)
Ulat Tanah
(Agrotis Ipsilon)
Lalat buah
(Dacus sp.)
Imago Spodoptera Sp.
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Walang sangit
(Leptocorixa acuta)
Wereng Coklat
(Nilapervata lugens)
Lalat bibit
(Ophyomia phaseoli)
Imago Plutella xylostella

Umumnya, hama serangga menyerang tanaman pada fase ulat atau fase kupu-kupu. Pengendalian dengan perangkap tidak akan berhasil pada fase ulat, sehingga akan lebih efektif dilakukan untuk serangga pada fase kupu-kupu atau kumbang yang dapat terbang. Berdasarkan ketertarikan serangga, maka beberapa perangkap yang bisa digunakan adalah:

a. Perangkap cahaya

    Seperti yang dijelaskan sebelumnya, beberapa serangga tertentu memiliki sifat tertarik pada cahaya terutama cahaya kuning. Sifat tersebut dapat kita manfaatkan untuk menarik perhatiannya dengan cara membuat perangkap yang berasal dari cahaya yang disekitarnya atau sekelilingnya menggunakan air, minyak tanah, oli dan lain sebagainya yang diharapkan mampu membunuh serangga tersebut. Adapun cahaya itu sendiri dapat bersumber dari lilin, lampu tempel/lentera atau minyak tanah, maupun lampu bohlam. Perangkap cahaya ini cocok untuk hama yang aktif pada malam hari seperti penggerek batang, ganjur, dan walang sangit.

    Prinsip kerja perangkap cahaya ini cukup sederhana yaitu dengan menarik serangga-serangga yang beterbangan menuju ke arah sumber cahaya kemudian disaat serangga tersebut mengerubunginya, mereka akan berputar-putar kemudian masuk kedalam perangkap yang telah kita pasang. Dengan demikian serangga yang telah terperangkap tersebut akan mati baik masuk kedalam air maupun menempel pada perekat. Dengan prinsip kerja seperti itu maka saat ini perangkap cahaya telah berkembang menjadi beberapa macam tergantung penggunaan sumber cahaya maupun bentuk perangkapnya. Namun, bagaimanapun bentuk/ragam perangkap cahaya tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaannya diantaranya:

  • Pemasangan perangkap cahaya diusahakan ditempat yang lebih tinggi atau setinggi tanaman dan diletakkan di tengah-tengah lahan sawah dengan populasi/kepadatan perangkap yaitu 1 perangkap untuk 100 m2, bila jumlah serangga semakin banyak maka jumlah perangkap pun dapat diperbanyak.
  • Sumber cahaya yang digunakan haruslah tahan satu malam penuh sehingga disarankan agar menggunakan dari listrik, lampu minyak atau accu. Sumber cahaya berupa lampu templek diletakkan pada papan yang diikat kuat agar tidak jatuh.
    Bila perangkap tersebut digunakan saat musim penghujan, maka pada lentera diberikan pelindung dari seng maupun kaleng agar tidak kehujanan.


b. Perangkap Warna

    Selain ada yang tertarik terhadap cahaya, serangga hama tertentu juga lebih tertarik terhadap warna. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna kontras seperti kuning cerah. Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini adalah murah, efisien juga praktis. Namun perangkap ini hanya bisa digunakan pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanya pun tidak jauh berbeda dengan perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman dialihkan perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang.

    Serangga yang tertarik perhatiannya dengan warna tersebut akan mendekati bahkan menempel pada warna tersebut. Bila pada obyek warna tersebut telah dilapisi semacam lem, perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati.

c. Perangkap Aroma/Bau

    Aroma atau bau tertentu juga dapat menarik perhatian serangga. Seperti halnya seorang laki-laki yang tertarik oleh parfum yang digunakan wanita atau sebaliknya, serangga pun demikian. Mereka tertarik pada aroma yang dikeluarkan lawan jenisnya dengan zat tertentu saat akan melakukan kawin. Dengan mengetahui sifat serangga seperti itu maka telah dikembangkan perangkap aroma dengan menggunakan atraktan. Atraktan merupakan bahan pemikat yaitu suatu bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat memikat jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga tertentu. Penggunaan perangkap aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan petani terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga dan lain-lain.

    Sebenarnya cukup banyak macam perangkap yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama serangga namun apapun bentuk dan macam perangkap tersebut haruslah digunakan pada saat yang tepat yaitu :

      (1) setelah dilakukan pencangkulan untuk penangkapan serangga pertama dan sebelum terjadinya ledakan atau perkembangbiakan serangga tersebut,

      (2) Untuk tanaman kacang-kacangan perlakuan kedua dapat dilakukan pada saat benih mulai muncul tunasnya, dan

    (3) perlakuan berikutnya dilakukan pada saat tanaman akan berbunga atau berbuah.

      (4) untuk perangkap cahaya diusahakan agar lama pemasangan perangkap dapat satu malam atau lebih. Dimana bila pada malam pertama serangga yang terperangkap hanya sedikit maka dapat dicoba pemasangan perangkap pada malam selanjutnya dan dapat dihentikan bila serangga yang terperangkap jumlahnya masih sedikit. Sebaliknya bila ternyata perangkap dipenuhi serangga, pemasangannya dapat dilakukan sampai beberapa malam.

      (5) Papan perangkap harus selalu dikontrol terutama bagi perangkap yang menggunakan perekat. Usahakan segera dilakukan pergantian setiap dua minggu sekali atau bila jumlah serangga yang tertangkap banyak.

    Penggunaan media perangkap sebagai alat pengendali hama ini bukan saja sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu yang lebih ditekankan pada pengendalian secara mekanis dan biologis, namun juga dari segi ekonomi lebih hemat dan praktis. Namun demikian, upaya pengendalian cara ini tidak akan secara langsung menghilangkan semua hama serangga karena perangkap sifatnya hanya mengurangi populasi hama dan dapat dijadikan kontrol bagi kita untuk melakukan pengendalian yang lebih tepat disaat terjadi serangan hama yang lebih besar misalnya dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Implikasinya kita dapat lebih mengoptimalkan penggunaan insektisida sehingga lebih efektif karena digunakan tepat pada waktunya setelah terlihat jumlah hama yang ada melebihi ambang batas.

2.3 Cara pembasmian hama dan penyakit secara fisik-mekanik

  • Pemangkasan lokal ; bagian tanaman yang terserang dipotong atau dipangkas, hasil pangkasan kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman, lalu dilakukan pembakaran.
  • Penggunaan penghalang fisik ; sering dilakukan untuk melindungi tanaman dari serangan hama hewan besar, seperti babi hutan. Tanaman juga kadang harus dipagari agar terhindar dari ternak ruminansia. Buah – buahan seperti mangga (Mangifera indica), belimbing (averrhoa carambola), dan jambu biji (psidium guajava) sering dibungkus untuk menghindari serangan lalat buah Bactrocera spp.
  • Dicabut ; jika tanaman yang diserang dalam ukuran kecil (umur <>
  • Ditebang ; jika intensitas serangan tinggi (hampir semua bagian tanaman diserang/>70 % bagian tanaman diserang) atau sudah sangat parah dan tanaman berumur lebih dari 5 tahun, maka dilakukan tebangan D2 penyakit. Prosedur penebangan mengikuti prosedur tebangan yang sudah ada.
  • Dalam kegiatan pemangkasan dan penebangan harus memperhatikan aspek keselamatan kerja dengan mengacu pada prosedur kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang sudah ada.
  • Penghalang isolasi adalah daya upaya yang dijalankan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit tanaman berdasarkan peraturan perundang-undangan
  • Pembakaran ; dilakukan sebagai upaya pembasmian hama atau patogen pada tanaman yang tidak mungkin lagi dapat diselamatkan. Pembakaran gulma juga sering dilakukan petani. Pembakaran sebagai upaya pengendalian hama, patogen, dan gulma harus dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa musuh alami hama dan mikroorganisme yang bermanfaat perlu untuk dilindungi.
  • Pemanasan ; dilakukan untuk pengendalian hama atau patogen yang menyerang hasil tanaman yang disimpan di gudang. Pemanasan tidak dapat dilakukan terhadap tanaman yang sedang aktif tumbuh, karena pemanasan dapat meyebabkan denaturasi enzim sehingga mengganngu metabolisme tanaman.
  • Pemberian abu kayu pada serangan rayap
  • Pengambilan menggunakan tangan. Dapat dilakukan pada jenis hama ulat dan belalang, dengan intensitas serangan hama dalam skala kecil.
  • Penangkapan bersama-sama oleh banyak orang (gropyokan-Jawa) pada hama belalang.
  • Penggunaan suara ; sebagai cara pengendalian hama lebih bersifat pengendalian sesaat, misalnya dilakukan untuk mengusir burung yang sedang atau hendak menyerang tanaman. Pengendalian dengan suara atau bunyi – bunyian ini harus dilakukan secara aktif oleh petani karena efektivitasnya yang bersifat sesaat tersebut.
  • Cara lain mengoyang-goyangkan pohon, menyikat, mencuci, memisahkan bagian tanaman terseranga, memukul, mengunakan alat penghisap serangga, dll.

















BAB III

STUDI KASUS


    3.1. Pengendalian Hama Belalang (Locusta migratoria) dengan Menggunakan Gelombang Ultrasonik di Kalimantan Barat

    Stepanus Sahala S.

    Belalang kembara (Locusta migratoria) yang termasuk dalam genus Locusta mempunyai beberapa sub-spesies yang wilayah penyebarannya berbeda-beda. Di Indonesia, Locusta migratoria manilensis merupakan satu-satunya spesies belalang yang mengalami fase transformasi dari sebanyak 51 spesies anggota famili Acrididae yang tercatat sebagai hama di Indonesia. Struktur tubuh belalang kembara terdiri dari tiga bagian yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen), mempunyai satu pasang antena, dua pasang sayap dengan tiga pasang kaki. Belalang kembara dalam kehidupannya berjalan, berpindah dan berputar dengan menggunakan kaki serta terbang dengan menggetarkan sayap. Belalang kembara memiliki alat indra mata, telinga dan kumis yang digunakan sebagai antena. Alat indra tersebut berfungsi untuk mengatur sistem perpindahan, informasi serta komunikasi antara belalang kembara jantan dan betina dalam perkembangbiakannya.

    Berdasarkan pengamatan dan literatur komunikasi sesama belalang kembara ini berada pada rentang frekuensi puluhan kilo hertz dan merupakan jenis gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik (Ultrasonic waves) merupakan gelombang mekanik longitudinal dengan frekuensi di atas 20 kHz yaitu daerah batas pendengaran manusia. Gelombang ultrasonik dapat merambat dalam medium padat, cair dan gas. Hal ini disebabkan karena gelombang ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum mekanik, rambatan energi ini berinteraksi tergantung pada molekul dan sifat inersia medium yang dilaluinya.

    Hama belalang kembara merupakan hama jenis serangga yang menjadi kendala dan masalah bagi masyarakat/petani di Indonesia, khususnya masyarakat/petani di kabupaten Ketapang propinsi Kalimantan Barat. Siklus kehidupan belalang kembara ini dimulai dari fase soliter, fase transsien sampai pada fase gregaria. Perkembangbiakan populasi belalang kembara terjadi akibat dari perubahan iklim dengan curah hujan rata-rata 177,9 mm/th dengan hari hujan 11,3 kali/bulan, suhu rata-rata berkisar 23,6 0C – 26,8 oC dan pada siang hari rata-rata mencapai 31,1 OC. Jika populasi belalang kembara ini sangat tinggi, maka dapat menyerang tanaman holtikultura (padi, jagung, dan sayur-sayuran) sampai dengan tanaman kelapa sawit. Pada tahun 1999 serangan hama belalang kembara mencapai 9 kecamatan di kabupaten Ketapang dengan luas daerah serangannya mencapai 4420 ha daerah pertanian dan perkebunan.

    Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental laboratoris dengan pendekatan biofisika. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi model alternatif atau metode baru proses Pengendalian

3.2. Pengendalian Hama Terpadu pada Hama Belalang Kembara

    Hama Terpadu (PHT) secara mekanis/fisika dengan prinsip ramah lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran dengan menggunakan alat pembangkit gelombang ultrasonik. Pengendalian hama belalang kembara adalah menghilangkan atau mengurangi aktivitas daya rusak hama terhadap tanaman. Pada penelitian ini aktivitas tersebut dibatasi pada pola perilaku makan pasif dan gerak pasif. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari rancang bangun piranti elektronik untuk menghasilkan sumber pembangkit frekuensi gelombang ultrasonik. Hasil pembuatan piranti elektronik alat pembangkit frekuensi gelombang ultrasonik ini, menghasilkan frekuensi yang dapat diatur dari 20 kHz sampai 60 kHz dengan jarak jangkauan pancarannya mencapai kira-kira 20 meter. Eksperimen laboratorium dilakukan untuk mempelajari karakteristik belalang kembara serta responnya terhadap gangguan dari gelombang ultrasonik terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara. Dari hasil ekperimen laboratorim dengan skala kecil ini akan diperoleh data pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara yang selanjutnya dapat diperluas menjadi penerapan dan pengendalian hama belalang kembara di lapangan dan pada akhirnya dapat disosialisasikan ke masyarakat.

3.3. Hipotesis

  • Fekuensi gelombang ultrasonik optimal berpengaruh terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara.
  • Jarak sumber gelombang ultrasonik optimal berpengaruh terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara.
  • Lama pemaparan gelombang ultrasonik optimal berpengaruh terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara.
  • Kombinasi antara frekuensi, jarak sumber dan lama pemaparan gelombang ultrasonik optimal berpengaruh terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara.

    Untuk menguji kebenaran dari hipotesis ini, dirancang percobaan di laboratorium dengan memaparkan gelombang ultrasonik terhadap belalang kembara dengan frekuensi, jarak dan lama pemaparan dibuat berbeda-beda. Frekuensi yang digunakan dalam penelitian mulai dari 40 kHz, 45 kHz, 50 kHz dan 55 kHz, jarak sumber dari 100 cm, 200 cm, 300 cm dan 400 cm serta lama pemaparan mulai dari 1 jam, 2 jam, 3 jam dan 4 jam. Jenis belalang kembara untuk penelitian ini merupakan belalang dewasa dari fase soliter yang umurnya rata-rata 3 bulan dan panjang belalang kembara jantan 4 cm dan betina 5 cm yang diambil dari tempat penangkaran dinas pertanian Kabupaten Ketapang. Data pengamatan respon dan perubahan pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara akibat adanya permaparan gelombang ultrasonik ini, dianalisis dan digunakan untuk menentukan parameter mana yang paling tepat untuk mengganggu pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara Dari hasil pengamatan dan analisis variansi data yang diperoleh dari eksperimen di laboratorium perlakuan gelombang ultrasonik terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara dapat diidentifikasikan seperti berikut:

  1. Frekuensi gelombang ultrasonik memberikan pengaruh yang bermakna terhadap pola makan pasif dan pola gerak pasif belalang kembara (P <>
  2. Jarak sumber gelombang ultrasonik memberikan pengaruh yang bermakna terhadap pola makan pasif dan pola gerak pasif belalang kembara (P <>
  3. Lama pemaparan gelombang ultrasonik 3 jam – 4 jam memberikan pengaruh yang bermakna terhadap pola makan pasif dan pola gerak pasif belalang kembara (P <>
  4. Kombinasi frekuensi, jarak sumber dan lama pemaparan gelombang ultrasonik berpengaruh bermakna terhadap pola makan pasif dan pola gerak pasif. Kombinasi optimal pada frekuensi 50 kHz, jarak sumber 100 cm dan lama pemaparan 3 jam – 4 jam. Pada pola perilaku makan pasif 96,66 % -100,0 % dan pola perilaku gerak pasif 96,66 %.

    Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi gelombang ultrasonik 50 kHz, dengan jarak sumber 100 cm dan lama pemaparan 3 jam – 4 jam berpengaruh bermak terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara.

    Penelitian pemaparan gelombang ultrasonik terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif belalang kembara di laboratorium ini, merupakan hasil dasar untuk melakukan usaha pengendalian dan penerapannya di lokasi terjadinya serangan hama belalang kembara.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Kerangka konseptual pemaparan gelombang ultrasonik

terhadap pola perilaku makan pasif dan gerak pasif

dalam pengendalian hama belalang kembara.



DAFTAR PUSTAKA

Anonymous 2009. http://unisri.ac.id/faperta/wp-content/uploads/2009/02/organisme-pengganggu-tanaman.pdf. Verified at September 27th 2009

Anonymous 2009.http://bystrekermraanmedancity.blogspot.com/2008/08/pengenalan-komponen-pengendalian.html. Verified at September 27th 2009

Anonymous2009.http://elqodar.multiply.com/journal/item/17/PENGENDALIAN_HAMA_DAN_PENYAKIT_TANAMAN_KEHUTANAN. Verified at September 27th 2009

Anonymous 2009. http://www.damandiri.or.id/file/stepanussahalaunairbab3.pdf. Verified at October 22th 2009

Anonymous 2009. http://www.tanindo.com/abdi9/hal2501.htm. Verified at October 22th 2009

This entry was posted on Sabtu, 02 Januari 2010 at 18.07 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar