Musuh Alami (Bakteri dan Virus)  

Posted by widyariska in

BAB I

PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

Musuh alami merupakan suatu pengendalian alami utama hama yang bekerja secara tergantung kepadatan populasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangan hama. Hal ini erat kaitannya dengan kelangsungan ekologi maupun habitat tanaman itu berada, karena selain mengurangi bahkan tanpa bahan kimia, metode biologis ini lebih diarahkan pada pengendalian secara alami dengan mem-biarkan musuh-musuh alami agar tetap hidup. Meskipun dampaknya akan dirasakan dalam jangka waktu yang lama, namun hal tersebut akan menciptakan terjaganya keseimbangan ekosistem yang ada.

Pada kebun atau lahan yang sehat ditemukan banyak musuh alami seperti semut rang- rang, tubuhan, burung, laba-laba dan lain-lain yang menguntungkan bagi kehidupan manusia jika musuh alami yang ada diperlakukan dengan benar maka mereka akan dapat memberikan keuntungan bagi kita yaitu melindungi tanaman dari serangan hama. Musuh alami juga mempunyai musuh. Parasit dan predator mempunyai predator, parasit dan patogen. Kebanyakan predator adalah kanibalistik yaitu perilaku yang terjadi bila mangsa tidak dijumpai sehingga yang dapat bertahan hidup hanya beberapa saja.

Penggunaan pestisida yang berlebihan, berspektrum luas dan tidak selektif disertai tehnik budidaya yang kurang baik akan berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem, karena tidak hanya hama saja melainkan semua pemangsanya pun turut musnah. Dan bila terjadi ledakan populasi hama yang baru, jumlah predator yang ada tidak mencukupi sehingga pengendalian biologis tidak akan efektif.
Melihat pentingnya peran predator dan parasit dalam menjaga dan mengendalikan populasi hama, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan insektisida yang berspektrum luas, aplikasi insektisida dengan melakukan pengamatan perbandingan jumlah hama dan musuh alami, bahkan bila perlu dalam suatu areal penanaman dilakukan manipulasi lingkungan agar mendukung peran dan jumlah musuh alaminya

    1. Tujuan
  1. Mengetahui tentang musuh alami.
  2. Mengetahui contoh bakteri sebagai musuh alami
  3. Mengetahui contoh virus sebagai musuh alami





















KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya penulisan makalah Musuh Alami pada Bakteri dan Virus dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Laporan ini disusun untuk menyelesaikan tugas Teknologi Produksi Tanaman. Dalam penyusunan makalah ini, kami sebagai penulis makalah berusaha agar memaksimalkan penulisan makalah ini.

Sehubungan dengan itu saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:

  1. Seluruh Tim Dosen pengampu mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman yang selalu mendukung kegitan praktikum serta memberi pengarahan .
  2. Bapak Anton Muhibudin sebagai dosen mata kuliah ini.
  3. Teman- teman kelas B yang telah bekerja sama dalam kegiatan ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari mungkin ada kesalahan-kesalahan atau mungkin pula ada hal-hal yang kurang lengkap.Tetapi sayaberharap kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Demikian laporan ini dibuat kami harapkan saran dan kritik yang membangun bagi yang membacanya.

Malang, 20 Desember 2009


Penyusun





BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

Bakteri merupakan tumbuhan bersel satu dan berdinding sel, tetapi bersifat prokariotik (tidak mempunyai membran inti). Bakteri mempunyai kemampuan mereproduksi individu sel dalam jumlah sangat banyak dengan waktu singkat sehingga menjadi penyebab penyakit yang mempunyai sifat merusak pada inang. Penyebaran bakteri tidak melalui spora, sehingga secara adaptif tidak dapat disebarkan melalui angin. Akan tetapi, bakteri patogenik mampu berpindah dengan perantara air, percikan air hujan, binatang, dan manusia.

Bacillus thuringiensis (BT) Bt telah dikenal sebagai biokontrol agen sejak tahun 1950-an.Bakteri ini tersebar di berbagai tempat pada hampir semua penjuru dunia. Pertama kali dijumpai di Jepang pada tahun 1901yang membunuh ulat sutera di tempat pemeliharaan. B. thuringiensis merupakan bakteri grampositif berbentuk batang. aerobik dan membentuk spora.

B. thuringiensis adalah bakteri yang menghasilkan kristal protein yang bersifat membunuh serangga (insektisidal) sewaktu mengalami proses sporulasinya (Hofte dan Whiteley, 1989). Kristal protein yang bersifat insektisidal ini sering dise-but dengan δ endotoksin. Kristal ini sebenarnya hanya merupakan pro-toksin yang jika larut dalam usus se-rangga akan berubah menjadi poli-peptida yang lebih pendek (27-149 kd) serta mempunyai sifat insektisi-dal. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena ada-nya aktivitas proteolisis dalam sistem

2.2 Virus

Salah satu agen hayati yang berperan penting sebagai pengendali hama secara alamiah adalah Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) yang berstatus sebagai musuh alami bagi ulat grayak. Virus ini memiliki sifat menguntungkan antara lain:1. Memiliki inang spesifik, 2. Tidak mempengaruhi parasitoid dan predator, 3. Dapat mengatasi masalah resistensi akibat penggunaan insektisida serta ramah lingkungan. Bahan aktif VIREXI/VIR-X adalah patogen serangga Spodoptera exigua Nuclear Polyhedrosis Virus (Se-NPV) sedangkan VITURA/VIR-L berasal dari patogen serangga Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (Sl-NPV). Pestisida ini tidak mengandung bahan kimia beracun dan merupakan pengendali alternatif yang efektif membunuh hama sasaran dan tidak berdampak negatif. Virus patogen serangga dari ulat bawang S. exigua dan S. litura termasuk ke dalam famili Baculoviridae (Baculovirus). NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak dan terdapat di dalam inclusion bodies yang disebut polihedra dan melakukan replikasi atau memperbanyak diri di dalam inti sel (nukleus) inangnya.

Bio insektisida VIREXI/VIR-X dan VITURA/VIR-L secara spesifik hanya digunakan sebagai pengendali ulat grayak Spodoptera exigua dan Spodoptera litura yang menyerang tanaman bawang merah, bawang putih, bawang daun, kacang-kacangan, tembakau, tomat dan cabe.

Proses infeksi SeNPV dan SlNPV di mulai dari tertelannya polihedral (berisi virus) bersama makanan ulat. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis, polihedra larut sehingga membebaskan virus (virion). Selanjutnya virus menginfeksi sel-sel yang rentan. Dalam waktu 1 – 2 hari setelah polihedra tertelan, ulat yang terinfeksi akan mengalami gejala abnormal secara morfologis, fisiologis dan perilakunya. Masa infeksi NPV sampai larva yang terserang mati dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya umur larva, suhu dan banyaknya PIB yang tertelan. Isolat virus yang lebih virulen (ganas) dapat mematikan larva dalam 2 - 5 hari, tetapi isolat yang kurang virulen membutuhkan 2 – 3 minggu untuk mematikan inangnya. Infeksi juga dapat terjadi pada larva yang baru menetas akibat telur yang terinfeksi. Hal ini karena larva yang baru menetas harus makan korion waktu membuat lubang untuk keluar. Apabila korion yang mengandung NPV masuk ke dalam tubuh larva dan menginfeksi organ-organ tubuhnya maka kematian akan terjadi 1 – 2 hari kemudian. Gejala ulat terinfeksi NPV secara morfologis terlihat, hemolimfa ulat yang semula jernih berubah keruh dan secara fisiologis ulat tampak berminyak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat kemerahan, terutama bagian perut. Sedangkan secara perilaku, ulat cenderung merayap ke pucuk tanaman, yang kemudian mati dalam keadaan menggantung dengan kaki semunya pada bagian tanaman.

Permukaan kulit ulat akan mengalami perubahan warna dari pucat mengkilap pada awal terinfeksi kemudian akan menghitam dan hancur. Apabila tersentuh, tubuh ulat akan mengeluarkan cairan kental berbau seperti nanah yang berisi partikel virus. Ulat mati dalam waktu 3 – 7 hari setelah polihedra tertelan. Sebelum mati ulat masih dapat merusak tanaman, namun kerusakan yang diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat rendah, karena terjadi penurunan kemampuan makan dari ulat grayak sampai 84%. SeNPV diaplikasikan menggunakan alat penyemprot, sama halnya seperti yang digunakan untuk menyemprot pestisida kimia (knapsack sprayer). Sebelumnya alat semprot dibersihkan/dicuci terlebih dahulu bila sehabis dipakai untuk menyemprot pestisida kimia. Dapat pula dicampur dengan pupuk cair organik (POC). Jangan dicampur dengan pestisida kimia. Aplikasi sebaiknya ditujukan untuk mengendalikan ulat instar 1 – 3. Penyemprotan sebaiknya diarahkan ke permukaan daun bagian bawah dan dilakukan pada sore atau malam hari agar tidak langsung terkena pengaruh sinar matahari, disamping itu ulat grayak Spodoptera exigua dan Spodoptera litura memiliki sifat nocturnal yaitu mencari makan pada malam hari.



















BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bakteri Sebagai Musuh Alami

3.1.1 Sejarah Bacillus thuringiensis (bt)

            Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Bt telah dikenal sebagai biokontrol agen sejak tahun 1950-an.Bakteri ini tersebar di berbagai tempat pada hampir semua penjuru dunia. Pertama kali dijumpai di Jepang pada tahun 1901yang membunuh ulat sutera di tempat pemeliharaan. Sepuluh tahun kemudian, di Jerman ditemukan strain baru dari Bt pada larva yang menyerang biji-bijian (serealia) di gudang penyimpanan. Karena strain berikutnya ditemukan di Propinsi Thuringen, maka bakteri ini disebut Bacillus thuringiensis, yaitu nama yang di berikan pada famili bakteri yang memproduksi kristal paraspora yang bersifat insektisidal. Semula bakteri ini hanya diketahui menyerang larva dari serangga kelas Lepidoptera sampai kemudian ditemu-kan bahwa bakteri ini juga menyerang Diptera dan Coleoptera.

B. thuringiensis merupakan bakteri grampositif berbentuk batang. aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Sejak diketahuinya potensi dari protein kristal Bt sebagai agen pengendali serangga, berbagai isolat Bt dengan berbagai jenis protein kristal yang dikandungnya telah teridentifikasi. Sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga bukan sasaran dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan.

Jika nutrien di mana dia hidup sangat kaya, maka bakteri ini hanya tumbuh pada fase vegetatif, namun bila suplai makanannya menurun maka akan membentuk spora dorman yang mengandung satu atau lebih jenis kristal protein. Kristal ini mengandung protein yang disebut δ-endotoksin, yang bersifat letal jika dimakan oleh serangga yang peka. Produksi bioinsektisida Bt berkembang dengan pesat dari 24 juta dolar Amerika Serikat pada 1980 menjadi 107 juta dolar Amerika Serikat pada tahun 1989. Kenaikan permodalan diperkirakan mencapai 11% per tahun, di mana pada tahun 1999 mencapai 300 juta dolar Amerika Serikat.

Bt yang dikomersialkan dalam bentuk spora yang membentuk inklusi bodi. Inklusi bodi ini mengandung kristal protein yang dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada masa phase stationary. Produk ini digunakan sebanyak 10-50 g per acre atau 1020 molekul per acre. Potensi toksisitasnya berlipat kali dibandingkan dengan pestisida, misalnya 300 kali dibandingkan dengan sintetik pyrethroid.

Penggunaan Bt tidak hanya dalam bentuk microbial spray yang berkembang di lapang, tetapi juga dalam bentuk tanaman transgenik Bt. Sebagai contoh luas penanaman transgenik Bt di USA meningkat hampir 3 kali lipat, yaitu dari 4 juta ha pada tahun 1997 menjadi 11,5 ha pada tahun 2000 .

3.1.2 Mekanisme Patogenisitas Bacillus thuringiensis (bt)

Kristal protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa pada usus serangga. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan oleh enzim pencerna protein serangga. Protein yang teraktifkan akan menempel pada protein receptor yang berada pada permukaan sel epitel usus. Penempelan tersebut mengakibatkan terbentuknya pori atau lubang pada sel sehingga sel mengalami lysis. Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dan mati.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

3.1.3 Cara Isolasi

Isolat Bt dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan, serangga dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media pertumbuhan bakteri (misal LB) yang mengandung natrium asetat kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat pertumbuhan spora Bt menjadi sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut di-panaskan pada suhu 80°C selama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan pada media padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasi Bt. Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora.

Tidak semua isolat Bt beracun terhadap serangga. Untuk itu perlu dilakukan penapisan daya racun dari isolat-isolat yang telah diisolasi. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk hal ini. Pertama dengan pendekatan molekular dan kedua dengan bioasai.Pendekatan molekular dilakukan dengan PCR menggunakan primer-primer yang dapat menggandakan bagian-bagian tertentu dari gen-gen penyandi protein kristal (gen cry). Hasil PCR ini dapat dipakai untuk memprediksi potensi racun dari suatu isolat tanpa terlebih dulu melakukan bioasai terhadap serangga target. Dengan demikian penapisan banyak isolat untuk kandungan gen-gen cry tertentu dapat dilakukan dengan cepat.

Untuk menguji lebih lanjut daya beracun dari suatu isolat maka perlu dilakukan bioasai dengan mengumpankan isolat atau kristal protein dari isolat tersebut kepada serangga target. Dari bioasai ini dapat dibandingkan daya racun antar isolat. Dengan pendekatan seperti ini BB-Biogen telah mengidentifikasi beberapa isolat Bt lokal yang mengandung gen cry1 dan beracun terhadap beberapa serangga dari ordo Lepidoptera seperti Ostrinia furnacalis (penggerek jagung), Plutella xylostella (hama kubis), Spodoptera litura (ulat grayak), S. exigua (hama).

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

3.1.4 Cara Perbanyakan

Perbanyakan bakteri Bt dalam media cair dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan sederhana. Karena yang kita perlukan sebagai bioinsektisida adalah protein kristalnya, maka diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media yang mengandung tryptose telah diuji cukup efektif untuk memicu sporulasi Bt. Dalam 2–5 hari Bt akan bersporulasi dalam media ini dengan pengocokan pada suhu 30°C. Perbanyakan Bt ini dapat pula dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan fermentor.

3.1.5 Potensi Sebagai Bioinsektisida

Untuk bahan dasar bioinsektisida biasanya digunakan sel-sel spora atau protein kristal Bt dalam bentuk kering atau padatan. Padatan ini dapat diperoleh dari hasil fermentasi sel-sel Bt yang telah disaring atau diendapkan dan dikeringkan. Padatan spora dan protein kristal yang diperoleh dapat dicampur dengan bahan-bahan pembawa, pengemulsi, perekat, perata, dan lain-lain dalam formulasi bioinsektisida.

Bioinsektisida sebagai alternatif teknologi untuk menurunkan populasi hama. Bacillus thuringiensis (Bt), merupakan famili bakteri yang memproduksi kristal protein di inclusion bodynya pada saat ia bersporulasi. Bioinsektisida Bt merupakan 90-95% dari bioinsektisida yang dikomersialkan untuk dipakai oleh petani di berbagai negara. Dengan kemajuan teknologi, gen insektisidal Bt ini telah dapat diisolasi dan diklon sehingga membuka kemungkinan untuk diintroduksikan ke dalam tanaman. Tanaman yang mengekspresikan gen Bt ini dikenal dengan sebutan tanaman transgenik Bt. Tanaman transgenik Bt pertama kali dikomersialkan pada tahun 1995/96 dan sejak itu luas pertanaman ini meningkat

3.1.6 Contoh Aplikasi Musuh Alami dari Bakteri Bacillus Thuringiensis

Salah satu musuh alami Nyamuk adalah bakteri Bacillus thuringiensis atau sering disingkat Bt. Kemampuan Bt untuk membunuh larva nyamuk Ae. aegypti sudah tidak diragukan lagi. Hebatnya lagi, Bt ini sangat spesifik, dia hanya membunuh larva Ae. aegypti. Larva nyamuk lain bahkan serangga lain tidak terkena sarangan racun Bt ini. Kemampuan Bt ini dapat dimanfaatkan untuk membuat bioinsektisida yang ramah lingkungan untuk mengendalikan nyamuk Ae.aegypti. Bt relatif mudah dikembangbiakan atau diproduksi secara masal. Dengan teknologi yang sederhana dan bahan-bahan yang relatif murah. Bioinsektisida bisa dibuat dengan bahan aktif sel Bt, endospora, atau ekstrak kristal proteinnya. Bioinsektisida ini disebarkan di tempat-tempat habitat nyamuk Ae. aegypti dan wilayah-wilayah yang endemik DBD. Memang pengaruhnya tidak secepat insektisida kimia. Namun demikian, cara ini bisa dijadikan langkah preventif dalam mengendalikan wabah penyakit DBD dengan cara yang ramah lingkungan.

3.2. Virus Sebagai Musuh Alami

3.2.1 Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV)

Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) merupakan suatu agen pengendali bagi hama, statusnya sebagai musuh alami bagi ulat grayak. Keunggulan dari penggunaan NPV efektif membunuh hama ulat yang menyerang tanaman.Ulat yang telah terinfeksi virus ini akan mati, kemudian dapat dijadikan pengendali hama berikutnya bagi ulat yang sehat.

Bahan aktif virus Sl NPV berasal dari patogen serangga Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus. Secara spesifik hanya digunakan sebagai pengendali ulat grayak Spodoptera exigua dan Spodoptera litura yang menyerang tanaman. Bahan itu tidak berbahaya bagi musuh alami ulat, tidak berbau dan tidak berbahaya, atau beracun bagi manusia dan hewan peliharaan/ternak.

NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak dan terdapat di dalam inclusion bodies yang disebut polihedra dan bereplikasi di dalam inti sel (nukleus). NPV memiliki badan inklusi berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein pembungkus virion dengan diameter 0.2 – 20 mm. Kristal protein ini disebut dengan protein polihedrin yang berukuran kurang lebih 29.000 sampai 31.000 Dalton. Kristal protein ini berfungsi sebagai pelindung infektifitas partikel virus dan menjaga viabilitasnya di alam serta melindungi DNA virus dari degradasi akibat sinar ultra violet matahari.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. NPV telah ditemukan pada 523 spesies serangga, sebagian besar NPV bersifat spesifik inang, yaitu hanya dapat menginfeksi dan mematikan spesies inang alaminya. Sehingga pada mulanya penamaan NPV disesuaikan dengan nama inang asli dimana dia pertama kali diisolasi sebagai contoh NPV yang menginfeksi ulat Spodoptera litura dinamai Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV) dan yang menginfeksi ulat Spodoptera exigua dinamai Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus (SeNPV).



      Ulat Spodoptera litura Ulat Spodoptera exigua

Melihat besarnya manfaat SlNPV dan SeNPV sebagai agensia hayati pada ulat grayak yang biasanya menyerang tanaman kacang-kacangan, tembakau dan sayuran, maka NPV berpeluang besar untuk dikembangkan sebagai bio-pestisida yang memiliki prospek komersial, tidak berdampak negatif bagi pengguna (user) serta ramah lingkungan.

Bio-insektisida VIR-X (VIREXI) secara spesifik hanya digunakan sebagai pengendali ulat grayak Spodoptera exigua yang menyerang tanaman bawang merah, bawang putih, bawang daun dan kucai. Sedangkan VIR-L (VITURA) hanya untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera litura yang biasanya menyerang tanaman cabe, kedelai/kacang-kacangan, dan tembakau. Namun tidak menutup kemungkinan juga menyerang tanaman sayuran daun/buah yang lain, karena ulat Spodoptera litura tergolong polifag (memiliki inang banyak).

3.2.2 PEMANFAATAN NPV SEBAGAI BIO-INSEKTISIDA

Potensi pemanfaatan NPV untuk mengendalikan hama pertama kali diketahui pada awal tahun 1900-an. Saat ini di luar negeri, beberapa jenis NPV telah diperjualbelikan sebagai produk bio-insektisida, misalnya : Elcar (berbahan aktif HzNPV) digunakan untuk mengendalikan Helicoverpa zea pada tanaman kapas di Amerika Serikat, Helicoverpa armigera NPV digunakan pada tanaman kapas, tomat dan tembakau di Cina, SAN 404 (berbahan aktif AcMNPV) dan Diprion (berbahan aktif NsSNPV) telah dipasarkan secara bebas.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Di Indonesia pemanfaatan NPV sebelumnya hanya terbatas pada tingkat petani-petani pemandu PHT yang jumlahnya sangat kecil, dan belum diproduksi secara komersial di dalam negeri. Pada tahun 1999, Laboratorium Pertanian Sehat (LPS) Dompet Dhuafa, melakukan uji coba bio-pestisida NPV secara massal di Kab. Brebes pada tanaman bawang merah dan kedelai sebagai bagian dari program pengembangan PHT. Mulai tahun 2002, LPS-DD mengembangkan SeNPV dan SlNPV tersebut dalam bentuk produk bio-pestisida dengan merk VITURA (VIR-L) dan VIREXI (VIR-X) yang memiliki efektivitas tinggi, ekonomis dan mudah diaplikasikan oleh petani.

3.2.3. MEKANISME DAN SIKLUS HIDUP NPV DI ALAM

Di alam, NPV biasanya ditemukan pada permukaan tanaman dan tanah. Manakala termakan oleh serangga inang (ulat) dan masuk ke dalam saluran pencernaan yang memiliki pH tinggi (> 10), maka polihedra akan pecah melepaskan virion infektif. Virion yang terlepas dari matrik protein (pembungkus) akan memulai infeksi ke dalam sel-sel saluran pencernaan ulat yang kemudian DNA akan mengadakan reflikasi di inti Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. sel.

Proses infeksi SlNPV atau SeNPV dimulai dari tertelannya polihedra (berisi virus) bersama pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis, polihedra larut sehingga membebaskan virus (virion). Selanjutnya virus menginfeksi sel-sel yang rentan. Dalam waktu 1 – 2 hari setelah polihedra tertelan, ulat yang terinfeksi akan mengalami gejala abnormal secara morfologis, fisiologis dan perilakunya.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Secara morfologis, hemolimfa ulat yang semula jernih berubah keruh dan secara fisiologis, ulat tampak berminyak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat kemerahan, terutama bagian perut. Sedangkan secara perilaku, ulat cenderung merayap ke pucuk tanaman, yang kemudian mati dalam keadaan menggantung dengan kaki semunya pada bagian tanaman.

Permukaan kulit ulat akan mengalami perubahan warna dari pucat mengkilap pada awal terinfeksi kemudian akan menghitam dan hancur. Apabila tersentuh, tubuh ulat akan mengeluarkan cairan kental berbau seperti nanah yang berisi partikel virus. Ulat mati dalam waktu 3 – 7 hari setelah polihedra VIR (berisi virus) tertelan. Sebelum mati ulat masih dapat merusak tanaman, namun kerusakan yang diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat rendah, karena terjadi penurunan kemampuan makan dari ulat grayak sampai 84 %.

Gambar . Cara kerja VIR menginfeksi ulat

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

3.2.4. TEKNIK APLIKASI DAN EFEKTIVITAS

VIR-L dan VIR-X yang berbahan aktif SeNPV dan SlNPV diaplikasikan dengan alat semprot, sama seperti yang digunakan untuk menyemprot pestisida (knapsack sprayer). Aplikasi sebaiknya ditujukan untuk mengendalikan ulat instar 1 – 3. Penyemprotan sebaiknya diarahkan ke permukaan daun bagian bawah dan dilakukan pada sore atau malam hari agar tidak langsung terkena pengaruh sinar matahari, disamping itu ulat grayak Spodoptera memiliki sifat nocturnal yaitu mencari makan pada malam hari. (instar : fase antar 2 ganti kulit larva/ulat)

Cara penyimpanan, letakkan dus VIR ditempat yang tidak terkena langsung sinar matahari dan VIR dapat disimpan pada suhu kamar selama lebih kurang 4 bulan. Untuk penggunaan VIR dalam waktu yang cukup lama, sebaiknya simpan dus VIR tersebut dalam lemari es (virus akan bertahan hidup pada suhu dingin)

Sinar ultra violet matahari penyebab utama menurunnya efektivitas NPV di lapangan. Selain itu NPV juga peka terhadap suhu. Pada suhu 40 0C efektivitasnya masih stabil, tetapi dengan meningkatnya suhu efektivitasnya cepat berkurang. Untuk mengurangi kepekaan terhadap sinar matahari, maka virus ini diberi bahan pelindung berupa talk dan molase. Persistensi/ketahanan NPV di lapangan setelah disemprotkan, mampu bertahan sampai dengan 7 hari.

3.2.5 Keuntungan NPV

  • Memiliki inang spesifik dalam genus/famili yang sama, sehingga aman terhadap organisme bukan sasaran.
  • Tidak mempengaruhi parasitoid, predator dan serangga berguna lainnya.
  • Dapat mengatasi masalah resistensi ulat grayak terhadap insektisida kimia.
  • Kompatibel dengan insektisida kimiawi yang tidak bersifat basa kuat.
  • Efektif membunuh hama/ulat sasaran yang menyerang pada tanaman bawang merah, bawang putih, bawang daun, kacang-kacangan, tembakau, tomat dan cabe.
  • Ulat yang telah terinfeksi akan mati, kemudian dapat dijadikan pengendali hama berikutnya bagi ulat yang sehat.
  • Tidak berbahaya bagi musuh alami ulat tersebut
  • Tidak berbau dan tidak berbahaya atau beracun bagi manusia dan hewan perliharaan/ternak.
  • Dapat dicampur dengan perekat atau pupuk organik cair
  • Ramah lingkungan
  • Spesifik selektif (hanya dapat menginfeksi ulat dari spesies atau genus dimana dia diisolasi)
  • Efektif untuk hama-hama yang sudah resisten terhadap pestisida
  • Dapat dipadukan dengan teknologi pengendalian yang lainnya














BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

  • Bacillus thuringiensis merupakan bakteri gram positif berbentuk batang. aerobik dan membentuk spora.
  • Bakteri ini menghasilkan protein yang beracun bagi serangga.
  • Pada mekanismenya kristal protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa pada usus serangga
  • Isolat Bt dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan, serangga dan bangkainya dan sumber lain
  • Perbanyakan bakteri Bt dalam media cair dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan sederhana
  • Bacillus thuringiensis berpotensi sebagai bioinsektisida untuk menurunkan populasi hama
  • Bakteri Bacillus Thuringiensis dapat digunakan sebagai musuh alami larva nyamuk Ae. Aegypti
  • NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak dan terdapat di dalam inclusion bodies yang disebut polihedra dan bereplikasi di dalam inti sel (nukleus).
  • NPV telah ditemukan pada 523 spesies serangga, sebagian besar NPV bersifat spesifik inang, yaitu hanya dapat menginfeksi dan mematikan spesies inang alaminya.
  • Keuntungan NPV antara lain:
    1. Memiliki inang spesifik dalam genus/famili yang sama,
    1. Tidak mempengaruhi parasitoid, predator dan serangga berguna lainnya
    2. Dapat mengatasi masalah resistensi ulat grayak terhadap insektisida kimia,
    3. Kompatibel dengan insektisida kimiawi yang tidak bersifat basa kuat.





3.2 Saran

Bakteri Bacillus thuringiensis merupakan bakteri yang dapat dimanfaatkan sebagai musuh alami terutama dalam menurunkan populasi hama,demikian juga dengan virus NPV sebagai musuh alami dapat dimanfaatkan juga. Oleh karena itu daripada memberantas hama menggunakan insektisida yang dimana tidak aman bagi lingkungan dan manusia sebaiknya menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis maupun virus NPV ini yang aman terhadap lingkungan dan sebagai agen hayati.
























DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. www.massofa.wordpress.com.diakses19 Desember 2009

Anonymous. 2009. www.sinartani.com.diakses 19 Desember 2009

Anonymous. 2009. www.koranjakarta .com.diakses 19 Desember 2009

HPTU & PPTU Tanaman Padi  

Posted by widyariska in

BAB I

PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras.

    Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala yang cukup rumit dalam usaha pertanian. Keberadaan hama dan penyakit merupakan faktor yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil. Serangannya pada tanaman dapat datang secara mendadak dan dapat bersifat eksplosif (meluas) sehingga dalam waktu yang relatif singkat seringkali dapat mematikan seluruh tanaman dan menggagalkan panen.

    Hama adalah binatang yang dianggap dapat mengganggu atau merusak tanaman dengan memakan bagian tanaman yang disukainya. Misalnya : Serangga (insekta), cacing (nematode), binatang menyusui, dan lain-lain. Penyakit yang menyerang tanaman bukan disebabkan oleh binatang, melainkan oleh makhluk mikrokospis, misalnya bakteri, virus, cendawan (jamur), dan lain-lain.

    Penyakit adalah jamur/bakteri/virus yang aktifitas hidupnya menyebabkan secara ekonomis bagi manusia akibat kehilangan hasil pada tanaman yang sengaja dibudidayakan oleh manusia baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

    Beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi memiliki ciri, gejala penyerangan serta pengendalian yang berbeda. Dalam makalah ini akan dibahas lebih rinci mengenai hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi.




    1. Tujuan

    adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut,

  • Untuk memahami pengertian hama dan penyakit tanaman padi
  • Untuk mengetahui jenis-jenis hama yang menyerang tanaman padi
  • Untuk mengetahui jenis-jenis hama yang menyerang tanaman padi
  • Untuk mengetahui cara pengendalian hama yang menyerang tanaman padi
  • Untuk mengetahui cara pengendalian penyakit yang menyerang tanaman padi

    1. Tempat dan Waktu

    Tempat : Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso Malang

    Hari : Senin, 16 November 2009

    Waktu : 15.00 WIB

    1. Tinjauan Pustaka

Hama secara umum dapat didefinisikan sebagai organisme (hewan) pada tanaman pertanian yang dapat menyebabkan penurunan produktifitas tanaman dan kerugian secara ekonomis (Muhidin, 1993). Akan tetapi, tidak semua hewan yang ditemukan pada tanaman padi, itu adalah hama. Dikatan hama jika hewan tersebut sudah berpopulasi dan menyerang tanaman padi dan sifantya merusak tanaman padi dan menurunkan produktifitas tanaman padi tersebut.

  1. Cara Pengendalian Hama

Cara pengendalian hama dan penyakit tumbuhan ada 4 komponen yaitu:

  1. Pengendalian secara kultur teknis

Pengendalian secara kultur teknis pada dasarnya adalah menggunakan cara-cara budidaya atau agronomi untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi, dan cara-cara tersebut mampu menurunkan hama dan penyakit tanaman padi tersebut.

Ada beberapa keuntungan dengan cara ini yaitu:

  1. Tidak menimbulkan efek buruk bagi lingkungan.

    b. Murah dan mudah dilaksanakan oleh para petani.

    c. Dapat dikombinasikan dengan komponen pengendalian.

Namun ada juga kerugiannya yaitu:

  1. Memerlukan waktu yang lama dan harus dirancang jauh sebelumnya.
  2. Hasilnya tidak cepat dilihat, dan tidak mampu mengendalikan semua jenis hama.

  1. Pengendalian secara varietas tahan

Varietas tahan adalah varietas padi yang tahan terhadap serangan hama tertentu, menghasilkan produksi yang tinggi dan berkualitas baik. Dengan menanam varietas tahan bukan berarti akan bebas terhindar dari hama, tetapi merendahkan populasi hama lebih rendah dibanding dengan varietas yang peka.

Alasan untuk menanam varietas tahan adalah:

  • Toleransi – tanaman inang mampu menyesuaikan diri walaupun mendapat serangan yang berat, dan tidak menyebabkan kehilangan produksi yang tinggi.
  • Nonpreferensi – tanaman iniang kurang menarik sebagai tempat peletakan telur, makanan hama, dan bersembunyi. Hal ini dikarenakan sifat morfologi daun, misalnya berbulu, warna maupun bentuknya.
  • Antibiosis – serangga tidak mampu tumbuh dan menyesuaikan diri pada tanaman inang, mungkin karena pengaruh zat kimia yang terkandung dalam tanaman inang.

  1. Pengendalian Hama Secara Biologi atau Hayati

Semua kehidupan serangga hama dipengaruhi oleh factor alam. Factor tersebut akan membatasi produksi dan populasi. Factor-faktor tersebut adalah penyakit dan pathogen, makanan dan tempat tinggalnya, iklim, predator atau pemangsa, dan parasit. Parasit, predator serta pathogen sangat menguntungkan karena secara alami dapat menekan perkembangbiakan serangga hama.

  1. Pengendalian secara kimiawi

Pestisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menendalikan hama dan menurunkan penyakit tanaman.

Ada empat tipe pestisida yang digunakan pada tanaman padi:

(1) insektisida untuk mengendalikan serangga hama

(2) herbisida untuk mengendalikan gulma

(3) rodentisida untuk mengendalikan tikus dan

(4) fungisida untuk mengendalikan penyakit tanaman.

Pestsida diaplikasikan dalam bentuk murni, tetapi perlu dicampur dengan air, oil, atau bentuk lain sehingga jika disemprotkan dapat memperluas cakupan. Pencampuran tersebut dimaksudkan adalah untuk mengurangi bahaya racun terhadap manusia dan kehidupan lain. Penggunaan Pestisida yang berlebih akan menimbulkan dampak yang berbahaya diantaranya adalah pencemaran lingkungan, dapat menyebabkan keracunan pada tanaman, dapat membunuh serangga lain yang berguna serta dapat menjadikan sebuah spesies hama menjadi resisten.

  1. Pengendalian Secara Fisik-Mekanik

Pengendalian fisik dan mekanik adalah tindakan langsung dan tidak langsung yang membinasakan serangga dengan cara-cara lain, tetapi tidak menggunakan insektisida atau mengubah lingkungan sehingga bisa menekan populasi serangga.

Bentuk-bentuk pengendalian fisik dan mekanik adalah penggunaan suhu tinggi dan rendah, mengurangi kelembaban, menggunakan alat perangkap cahaya dengan suara, membuat penghalang dan batas penolak, memeungut dengan tangan, menggoyang-goyang dan membasmi, mengumpulkan dan menangkap.

  1. Klasifikasi Padi

    Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Klasifikasi Ilmiah

  • Kerajaan : Plantae
  • Filum : Monocots
  • Kelas : Commelinids
  • Ordo : Poales
  • Famili : Poaceae
  • Genus : Oryzae
  • Spesies : Oryza sativa

Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam kehidupan manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras.

Padi merupakan tanaman semusim, berakar serabut batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang. Bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula. Buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan oleh manusia.

  1. Jenis-Jenis Hama Pada Tanaman Padi
    1. Semut (Hymenoptera)

    Beberapa jenis semut yang menjadi serangga hama padi, yaitu: Soleonopsis, Monomorium Pheidole, dan Pheidologeton. Semut biasanya merusak benih, terutama pada daerah-daerah tadah hujan. Semut dapat dibedakan dengan serangga lainnya, karena dijumpai pedisel yang terdapat di antara bagian dada dan perut. Semut biasanya membuat sarang-sarang di dalam tanah, yang jauh dari genangan air. Semut selama ini bukan merupakan hama utama, dan mudah dikendalikan dengan insektisida.

    Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.


Pengendalian

  • Insektisida - mencampur benih dengan insektisida-benih yang dilakukan sebelum benih disebar. Cara ini merupakan cara yang paling efektif.
  • Biologi – berbagai jenis semut sebagai inang parasit, nematode, tawon dan lalat di samping sebagai inang pathogen jamur.

  1. Rayap (Isoptera)

    Rayap seringkali dikenal sebagai semut yang berwarna putih. Bentuk tubuh serta cara hidupnya mirip dengan semut, hanya pediselnya tidak berkembang. Biasanya rayap tinggal secara permanen pada lahan kering atau tegal. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan insektisida. Rayap merusak batang serta akar, menyebabkan tanaman padi menjadi layu, dan mudah dicabut. Jenis rayap tersebut adalah Macrotermes, Heterotermes, Coptotermes.

    Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.


Pengendalian

    • Budidaya – membersihkan sisa-sisa tanaman, karena tanaman yang telah mati sering digunakan sebagai media hidup bagi rayap.
    • Insektisida – benih sebelum ditanam dicampur dengan insektisida, atau dengan menyebarkan insektisida butiran di sekitar larikan tanaman.

  1. Orong-orong ( Orthoptera : Gryllotalpidae )

    Orong-orong merupakan serangga tanah. Orong-orong dewasa dan nimfanya merusak akar tanaman. Pengendalian yang paling mudah adalah dengan menggunakan insektisida dicampur dengan umpan. Orong-orong dewasa berwarna coklat gelap, kaki depannya dapat digunakan untuk membuat lubang ; aktif pada malam hari untuk mencari malam, seperti biji-bijian, atau serangga dipermukaan tanah. Pada siang hari biasanya orong-orong berada dalam tanah. Bila dilakukan penggenangan, biasanya orong-orong dapat berenangdan berpindah tempat. Nama ilmiahnya Larra dan Mermis.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.



Pengendalian

  • Budidaya- mengairi tanaman untuk mencegah orong-orong membuat lubang atau sarang.
  • Biologi- karena sifatnya yang saling memangsa, kadang-kadang populasinya dapat terkendali dengan sendirinya.
  • Insektisida- dapat menggunakan insektisida butiran, tetapi agak mahal. Dapat juga menggunakan umpan (bekatul)dicampur dengan insektisida, kemudian disebarkan.
  1. Thrips atau Stenchaetothrips biformis (Tysanoptera)

    Thrips adalah serangga kecil yang pada dewasa dan nimfa memakan daun dan membentuk gulungan daun dengan aksis longitudinal untuk perlindungan dirinya. Hama dewasa sering ditemuakn dalam gulungan daun bagian atas. Hama ini biasanya pada musim kemarau, dan hilang dengan sendiriya pada musim hujan karena tercuci oleh air hujan. Trhips dapat terbang jauh untuk mencari tanaman atau rerumputan yang dapat menjadi inangnya. Telur serangga biasanya diletakkan pada daun muda secara teratur. apabila telah berkembang menjadi larva maka akan memakan daun bagian atas tanaman. Pengendalia secara budidaya dapat dilakukan dengan cara menggenangi tanaman sampai air menutupi tanaman selama 2 hari pada saat tanaman padi masih muda. Selain itu juga dapat dikendalikan dengan pestisida sestemik, seperti insektisida butiran.

    Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.




  1. Belalang (Oryhoptera)

    Berbagai jenis belalang yang menyerang tanaman padi adalah locusta migratoria manilensis, Oxya spp, Conocephalus, Gesonula mundata, Acariada willemsei dll. Belalang Locsta berwarna coklat dan tanpa garis, sayapbelakang pada bagian basal berwarna kuning gelap. Pada siang hari belalang bisanya sembunyi dan menyerang tanamn padi pada malam hari. Secara biologi pengendaliannya dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti Predator (burung, katak, laba-laba). Akan tetapi penyemprotan dengan insektisida kurang efektif untuk mengedalikan hama belalang.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.




  1. Ulat tentara (Spodoptera mauritia, S.Litura, S.Exigua, S.Exempta)

    Termasuk Ordo Lepidoptera, famili Noctuidae. Ulat grayak sering disebut dengan ulat tentara (army worm). Telur berkelompok hingga 400 butir dan ditutup dengan lapisan lilin berwarna cokelat keabu-abuan. Setiap imago betina mampu produksi telur hingga 1500 butir. Larva berwarna hijau dengan garis putih di sepanjang tubuhnya. Semakin dewasa garis berubah menjadi cokelat kehitaman. Pupa berwarna cokelat kehitaman dan berada didalam tanah. Perkembangan telur hingga menjadi ngengat selama satu bulan. Ulat ini biasanya menyerang tanaman padi dengan memotong batang bibit. Pengendalian dilakukan dengan pengolahan tanah yang baik, irigasi yang baik, membersihkan gulma disekitar tanaman. Penggunaan insektisida berupa insektisida sistemik atau insektisida racun perut.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.



  1. Walang sangit dan kepik ( Hemiptera)

    Ada berbagai jenis walang sangit, yaitu Leptocorisa oratorius, L. chinensis dan L. acuta. Sedangkan berbagai jenis kepik yaitu Nezara viridula, Riptortus linearis, Pygomenida bengalensis dan Eysarcoris (=Stollia) ventralis. Kecuali kepik , Riptortus termasuk keluarga Pentatomidae. Hama ini merupakan hama yang membahayakan, populasinya melimpah pada tanah tadah hujan atau berpengairan. Walang sangit, dewasa berbentuk silinder, mempunyai kaki yang panjang dan antenna, badan berwarna coklat hijau. Apabila terganggu sering mengeluarkan bau yang tidak sedap. Aktif pada sore dan pagi hari, pada siang hari walang sangit biasanya berteduh pada rerumputan. Betinanya mampu menghasilkan 100 butir telur, dengan masa hidup 2-3 bulan. Telur diletakkan berderet pada daun. Hama ini mengisap cairan dalam biji, menyebabkan pembentukan gabah tidak sempurna.

    Pengendalian

  • Budidaya- membersihkan rerumputan yang digunakan sebagai inang alternatif. Pengaturan pola tanam dengan meanam tanaman lain.
  • Biologi- Scelionid merupakan parasit telur ; belalang dan laba-laba ternyata merupakan predator terhadap telur- nimfa, dan dewasa.
  • Insektisida- pemberian insektisida dengan penyemprotan ternyata lebih efektif dibanding insektisida granular (butiran).

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.



  1. Hama tikus

    Tikus merupakan hama padi yang sering dijumpai hamper disemua pertanaman padi di Asia Tenggara. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus amat bervariasi, dapat menyebabkan kehilangan hasil antara 5 sampai 60 persen. Jenis tikus yang sering dijumpai adalah Rattus argentiventer, Rattus ratus mindanensis dan Rattus exulans. Ketiga jenis tikus tersebut disebut sebagai tikus tanah. Teknik pengendalian dari ketiga jenis tersebut adalah sama.

    Tikus dapat hidup satu tahun atau lebih. Betinanya dapat menghasilkan rata-rata 6 anakan, dengan 4 kali beranak dalam setahunnya. Perkembangbiakannya sangat cepat sekali. Apabila dalam suatu pertanaman dijumpai tikus dewasa 3 jantan dengan 3 3 betina, maka hanya dalam waktu 13 bulan kemudian akan dijumpai 2046 ekor tikus. Dalam waktu 3 bulan tikus sudah siap untuk bereproduksi. Tikus merusak tanaman pada malam hari, dengan merusak batang tanaman atau biji padi dan gabah yang ada di penyimpanan.

Pengendalian

    • Budidaya- tanam serempak dalam hamparan yang luas. Membersihkan sarang-sarang tikus, membakar jerami sehabis panen.
    • Rodentisida- penggunaan racun tikus sering dilaksanakan, yaitu dengan umpan yang diberri racun, pelaksanaannya serempak dengan petani lainnya dan dalam hamparan yang luas.
    • Gropyokan- pencarian missal pada sarang atau lubang tiku, kemudian tikus yang didapat dibunuh.

      Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

  1. Jenis-Jenis Penyakit Pada Tanaman Padi

Penyakit merupakan suatu kondisi tanaman yang tidak normal dan menyebabkan tanaman terganggu fungsinya. Penyakit paling mudah untuk dikenali dengan melihat gejala yang diderita oleh tanaman. Organisme yang menyebabkan penyakit disebut patoghen, misalnya bakteri, jamur, nematode, virus, dan mikroplasma. Penyakit tanaman muncul karena adanya kultivar yang peka terhadap patoghen dan pengaruh lingkungan. Beberapa penyakit tanaman padi diantaranya:

  1. Bercak Coklat

Penyakit bercak coklat disebabkan oleh Helminthosporium oryzae. Gejala dari penyakit ini biasanya timbul bercak coklat seperti bentuk biji wijen, yang terdapat pada gabah atau daun. Penyebab dari penyakit ini adalah kehilangan hasil 50% pada saat pembibitan dan menyebabkan rendahnya kualitas dan berat biji. Pengendalian dari penyakit ini adalah menggunakan varietas resisten, dengan memperbaiki kesuburan tanah dengan pemupukan yang cukup utuk tanaman, serta mencampur benih dengan fungisida atau memperlakukan benih dengan air hangat agar terhindar dari virus.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.



  1. Busuk Batang

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Helminthosporium sigmoideum. Penyakit ini ditandai oleh bintik hitam pada pelepah daun dekat permukaan air, kemudian bintik tersebut menyebar sampai merusak batang. Akhirnya, batang menjadi busuk dan banyak dijumpai bintik-bintik yang disebut sklerotia yang menyebar dengan perantara air irigasi. Pengendalian yang dapat dilakuan yaitu mengatur dosis pemupukan jangan berlebihan, teritama untuk Nitrogen dan Fosfor, Menggunakan varietas resisten yang tahan tahan terhdap penyakit ini, dan penyemprotan fungisida yang dapat dilakukan sebelum terbentuk anakan yang optimal.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.


  1. Penyakit Blast

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Pryicularia oryzae. Penyakit ini dapat menurunkan produksi sampai 50%. Penyakit ini sering menyerang pada daun, buku-buku batang dan gabah. Pada daun penyakit ini tampak sebgagai bercak seperti mata, lonjong, dengan kedua ujungnya yang meruncing. Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ini adalah pemupukan Nitrogen yang terlalu banyak dan kelembaban yang relative tinggi.

Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan bebrapa hal. Pertama, menggunakan varietas resisten yang merupakan pengendalian yang murah, mudah, dan paling efektif. Kedua, menggunakan fungisida. Ketiga, menggunakan teknik budidaya yang tepat. Hal ini berarti pembibitan dilakukan di lahan yang barair. Selain itu menghindari penggunaan Nitrogen berdosis tinggi dan diberikan tiga kali, yaitu pada usia 20, 40, dan 60 hari.

    Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.





  1. Penyakit Hangus

Penyakit ini dapat disebakan oleh jamur Ustilagnoidea virens. Serangannya dapat dilihat pada biji. Penularan penyakit ini biasanya disebabkan oleh spora lewat udara karena tiupan angin. Penyakit ini menyerang pada tanaman padi berumur 60-an atau saat terbentuknya bunga. Pengendalian pada penyakit ini yaitu dengan menanam varietas yang resisten dan dengan penyemprotan fungisida sebelum pembungaan terjadi atau sekitar tanaman berumur 60-an.

    Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.






  1. Penyakit Virus Tungro

Tanaman padi yang terserang penyakit ini akan menjadi kerdil, dengan daun berwarna kuning atau oranye. Penyakit ini dapat menyerang padi di usia 10-20 hari. Virus tungro disebarkan oleh serangga semacam wereng, Nephotettix virescens, virus ini adalah yang paling banayak dijumpai pada padi.

  1. Penyakit Kerdil

Penyakit ini juga disebakan oleh semacam wereng. Gejalanya pada awal pertumbuhan padi daun tepi tampak bergerigi atau ujung daun tampak menggulung dan sepanjang urat daun terlihat bengkak. Serangannya setelah stadia pertumbuhan menyebabkan penundaan pembungaan, bulir tidak sempurna, dan gabah tidak berisi.

  1. Penyakit Kerdil Kuning

Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan serangga wereng N.cincticeps. Pengendaliannya berupa menggunakan varietas yang resisten, mengendalikan vector dengan penyemprotan insektisida, dan dengan membajak lahan setelah panen serta membinasakan rumput yang digunakan sebagai sumber infeksi di lahan.

  1. Penyakit Streak Daun Bakteri

Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. oryzae. Gejala pertamanya, daun tampak transparan, menimbulkan luka bergaris antara urat daun. Selanjutnya luka berubah warna menajdi coklat, memanjang, dan menutup urat daun. Untuk mengendalikan penyakit ini dapat menggunakan varietas yang resisten.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.








  1. Penyakit Pucuk Putih

Penyakit ini disebabkan oleh nemathoda yang disebut Aphelenchoides basseyi. Gejala yang ditimbulakn penyakit ini yaitu ujung daun putih dengan daun yang terinfeksi hijau gelap. Hal ini mengakibatkan kerdil dengan jumlah biji sedikit berisi dan bulir yang terbentuk lebbih kecil. Untuk mengendalikannya dapat menggunakan varietas yang resisten dan merendam benih dengan air panas untuk mengurangi infeksi.

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.




BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hama yang ditemukan pada Tanaman Padi

a. Belalang

Ciri – ciri hama :

  • Tubuh bewarna hijau
  • Memiliki 3 pasang kaki
  • Memiliki sepasang antenna dan sepasang sayap

      Gejala :

Pada siang hari belalang bisanya sembunyi dan menyerang tanaman padi pada malam hari. Dengan gejala serangan daun padi menjadi bergerigi karena bekas gigitan dari belalang.

b. Kepik Hijau ( Nezara Viridula )

Klasifikasi Ilmiah :

  • Kingdom : Animalia ( Hewan )
  • Filum : Arthropoda
  • Kelas : Insecta
  • Ordo : Hemiptera
  • Famili : Pentatomidae
  • Genus : Nezara
  • Spesies : Nezara viridula

Kepik hijau ini menyerang batang pada tanaman padi serta buah pada tanaman padi apabila tanaman padi tersebut sudah memiliki buah.

Ciri – ciri hama :

  • Menurut Pengamatan
  • Berwarna hijau
  • Memiliki bentuk tubuh menyerupai perisai

  • Mempunya kaki 6 buah
  • Mempunyai sepasang antena

      Gejala :

Pada batang tanaman terdapat bekas tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas isapan dan pertumbuhan tanaman terganggu.

  1. Ulat Grayak

Ciri – ciri hama :

  • Menurut Pengamatan :
  • Warna gelap-orange berbintik-bintik kuning
  • Kaki banyak
  • Bentuk memenjang

      Gejala :

Ulat ini biasanya menyerang tanaman padi dengan memotong batang bibit

  1. Semut

Ciri- ciri hama:

  • Menurut Pengamatan :
  • Bewarna merah
  • Bentuknya kecil
  • Terdapat sepasang antenna
  • Terdapat 3 pasang kaki

Gejala :

Semut biasanya menyerang bibit dari tanaman padi, sehingga membuat bibit itu tidak bisa untuk dibenihkan.



  1. Siput ( Achatina fullica )

Ciri-ciri hama :

  • Menurut pengmatan
  • Berwarna coklat
  • Tubuh berlendir
  • Mempunyai sepasang antenna
  • Berjalan menggunakan kaki semu

Gejala :

Keong mas merusak tanaman dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya, menyebabkan adanya bibit yang hilang di pertanaman. Bekas potongan daun dan batang yang diserangnya terlihat mengambang. Terlihat adanya bekas gigitan siput pada daun yang berbentu bergerigi.

  1. Penggerek Batang Padi ( Scirpophaga innotata ) Penggerek batang putih

Ciri-ciri hama :

  • Menurut pengmatan
    • Adanya ngengat berwarba putih

Gejala :

Penggerek batang termasuk hama paling penting pada tanaman padi yang sering menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil yang tinggi. Di lapang, keberadaan hama ini ditandai oleh kehadiran ngengat (kupu-kupu). Gejala yang terjadi pada tanaman padi, yaitu : kematian tunas-tunas padi (sundep, dead heart), kematian malai (beluk, white head), dan ulat ( larva) penggerek batang.

2.2 Penyakit yang ditemukan pada Tanaman Padi

a. Penyakit Tungro

Gejala serangan :

Tanaman yang terinfeksi kerdil dengan jumlah anakan berkurang. Daunnya berwarna kuning kemerah-merahan atau oranye. Malai tanaman yang terinfeksi biasanya kecil dan keluar tidak sempurna, bulir-bulirnya tertutup bercak cokelat dan beratnya kurang. Disebabkan oleh virus tungro padi yang dapat ditularkan oleh wereng daun.

Gejala serangan tungro yang menonjol adalah perubahan warna daun dan tanaman tumbuh kerdil. Warna daun tanaman yang terinfeksi bervariasi dari sedikit menguning sampai jingga. Tingkat kekerdilan tanaman juga bervariasi dari sedikit kerdil sampai sangat kerdil. Gejala khas ini ditentukan oleh tingkat ketahanan varietas, kondisi lingkungan, dan fase tumbuh saat tanaman terinfeksi.

b. Penyakit Bercak cokelat

Gejala serangan :

Disebabkan oleh jamur Helminthosporium oryzae atau Drechslera oryzae. Gejalanya ditandai oleh adanya bercak cokelat di kulit gabah dan daun. Bercak muda berbentuk bulat kecil, berwarna cokelat gelap. Bercak yang sudah tua berukuran lebih besar, berwarna cokelat dengan pusat kelabu. Penyebaran penyakit ini disebabkan oleh angin dan dapat terbawa benih.

d. Bercak Daun Padi ( Cercospora oryzae )

Bercak daun padi disebabkan oleh cendawan Cercospora oryzae. Pada tanaman yang terserang terdapat bercak pada daun. Kadang-kadang tanaman mati.

2.3 Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Padi

A. Pengendalian Hama pada Tanaman Padi

a. Belalang.

Pengendalian:

  • Secara biologi pengendaliannya dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti Predator (burung, katak, laba-laba).
  • Secara kimia dengan penyemprotan insektisida tetapi kurang efektif untuk mengedalikan hama belalang.




b. Kepik Hijau ( Nezara Viridula )

        Pengendalian :

  • Pengendalian secara Fisik-Mekanik

    Pengendalian dilakukan dengan cara mengumpulkan telur-telur dari kepik hijau ini dan memusnahkan telur-telurnya

  • Pengendalian Kultur Teknis

    Membersihkan rerumputan yang digunakan sebagai inang alternatif dan pengaturan pola tanam dengan meanam tanaman lain.

  • Pengandalian secara Biologi

    Belalang sembah dan laba-laba merupakan predator terhadap telur- nimfa, dan dewasa.

  • Pengendalian secara Kimiawi

    Dengan pemberian insektisida dengan penyemprotan ternyata lebih efektif dibanding insektisida granular (butiran). Penyemprotan BVR atau PESTONA

c. Ulat Grayak

Pengendalian:

  • Pengendalian secara kultur teknis

    Dilakukan dengan pengolahan tanah yang baik, irigasi yang baik, membersihkan gulma disekitar tanaman.

  • Pengendalian secara kimiawi

    Dengan penggunaan insektisida berupa insektisida sistemik atau insektisida racun perut

d. Semut

Pengendalian:

  • Pengendalian secara Kimiawi

    Mencampur benih dengan insektisida-benih yang dilakukan sebelum benih disebar. Cara ini merupakan cara yang paling efektif.

  1. Siput ( Achatina fullica )

Pengendalian :

  • Pengandalian secara Fisik-mekanik

    Dilakukan dengan cara mengambil siput dan membuangnya.

  1. Penggerek Batang Padi ( Scirpophaga innotata ) Penggerek batang putih

    Pengendalian :

  • Pengendalian secara Kultur Teknis

    Waktu tanam yang tepat, merupakan cara yang efektif untuk menghindari serangan penggerek batang. Hindari penanaman pada bulan-bulan Desember-Januari, karena suhu, kelembaban, dan curah hujan pada saat itu sangat cocok bagi perkembangan penggerek batang, sementara tanaman padi yang baru ditanam, sangat sensitif terhadap hama ini.

  • Pengendalian secara kimiawi

    Dengan menggunakan insektisida

B. Pengendalian Penyakit Pada Tanaman Padi

a. Tungro

Cara pengendalian :

  1. Menggunakan varietas yang tahan virus tungro.
  2. Mencabut dan memusnahkan tanaman yang terinfeksi agar tidak menular.
  3. Rotasi dengan tanaman palawija.
  4. Sanitasi dengan menghilangkan sumber tanaman terinfeksi.
  5. Penekanan populasi wereng hijau dengan insektisida.

  1. Bercak Coklat

Cara pengendalian :

  1. Menanam varietas yang tahan
  2. Menggunakan benih yang sehat dan telah diberi perlakuan fungisida atau air panas pada benih.
  3. Pemberian pupuk yang seimbang, terutama K yang cukup
  4. Pemberian fungisida mankozeb 80% (Dipthane M-45), namun terbatas hanya untuk benih saja.

  1. Bercak Daun Padi

Pengendalian fisik-mekanik :

Pengendalian diarahkan untuk memotong dan membakar bagian tanaman yang terserang

BAB III

PENUTUP

    1. Kesimpulan

    Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Gejala hama dan penyakit merupakan salah satu hal yang sangat meresahkan petani. Oleh karena itu diadakannya beberapa pengendalian yang dapat mengatasi serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya padi.

    Pada lahan sawah tanaman padi, kelompok kami menemukan beberapa hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi tersebut. Tetapi menurut pengamatan kami, hama yang menyerang pada tanaman padi ini paling banyak yaitu hama belalang, sesuai dengan gejala-gejala yang kami temukan pada tanaman padi tersebut, yaitu daun tanaman padi menjadi bergerigi. Sedangkan untuk penyakit yang ditemukan, paling banyak adalah virus tungro, sesuai dengan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini, yaitu daun mulai menguning dari ujung daun dan pada akhirnya seluruh daun akan menguning.

    Pada lahan sawah ini hama yang ada menimbulkan gejala-gejala yang berbeda-beda pada tanaman padi tersebut. Pada lahan sawah tanaman padi ini, kami menemukan beberapa hama, yaitu :

  1. Belalang
  2. Kepik hijau
  3. Ulat grayak
  4. Semut
  5. Siput
  6. Penggerek batang padi ( Ngengat putih )

    Demikian pula untuk penyakit, menimbulkan gejala-gejala yang berbeda-beda pada tanaman tersebut. Untuk penyakit yang kami temukan dalam lahan sawah ini, yaitu :

  1. Virus tungro
  2. Bercak coklat
  3. Bercak daun padi


    1. Saran

    Untuk dapat menghasilkan hasil panen yang optimal untuk tanaman padi perlu dilakukannya rotasi tanaman yang dapat memutus daur hidup hama serta perbaikan irigasi yang baik, dikarenakan apabila irigasi sudah baik maka hal tersebut dapat menghambat perkembangan hama maupun penyakit yang ada pada tanaman padi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. http://www.agroindonesia.com/. diakses pada tanggal 15 November 2009.

    Sudarmo, Subiyakto. 1990. Pengendalian Serangga Hama Penyakit dan Gulma Padi. Kanisius : Yogyakarta


Lampiran

( Foto-Foto )

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Pencarian hama dan penyakit Pencarian hama dan penyakit

Di desa Ngijo, Karangploso Di desa Ngijo, Karangploso

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Tanaman Padi di Desa Ngjio Tanaman Padi di Desa Ngjio

Karangploso Karangploso

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Tanaman Padi Tanaman Padi


Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Hama Belalang Ulat Grayak

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Penyakit Tungro Penyakit Bercak Cokelat

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Gejala Hama Belalang Gejala Hama Belalang dan

                  Penyakit Tungro